TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Presiden Dewan Keamanan PBB, Gary Quinlan, mengatakan laporan Tim Inspeksi PBB atas Suriah menegaskan pandangan negaranya bahwa rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad telah menggunakan senjata kimia dalam perang melawan kelompok pemberontak.
"Itu menegaskan pandangan kami, bahwa tidak ada keraguan yang tersisa rezim telah menggunakan senjata kimia," ujar Gary yang juga merupakan Duta Besar Australia untuk PBB tersebut, dikutip dari CNN, Selasa (17/9/2013).
Samantha Power, Duta Besar AS untuk PBB mengatakan, berdasarkan kajian awal senjata itu digunakan oleh pasukan yang setia kepada rezim al-Assad.
"Rezim memiliki senjata gas sarin, dan kita tidak memiliki bukti pemberontak memiliki gas sarin," ucapnya.
"Ini menentang logika, jika pemberontak menyusup ke pasukan rezim dan menembakan senjata itu ke daerah yang dikuasai kelompok pemberontak," katanya.
Inggris, Perancis, dan NATO juga telah menyatakan rezim al-Assad bertanggung jawab atas serangan yang terjadi di wilayah Ghouta, pinggir kota Damascus, 21 Agustus 2013.
Namun perwakilan Pemerintah Rusia di Dewan Keamanan, Vitaly Churkin mempertahankan sikap Moskow bahwa pemberontak Suriah kemungkinan yang telah menggunakannya.
Seperti diketahui pada Senin waktu setempat, Sekretaris Jendral (Sekjen) PBB, Ban Ki-moon menyerahkan laporan invesitagasi Tim Inspeksi PBB untuk Suriah.
Dalam laporannya yang tertuang dalam 38 halaman, Tim menemukan bukti yang jelas dan meyakinkan bahwa gas saraf sarin telah digunakan di pinggiran kota Damaskus, 21 Agustus 2013.
Senjata kimia itu ditembakan menggunakan roket antar permukaan. dalam skala relatif besar.
Sekretaris Jendral PBB, Ban Ki-moon, Senin (16/9/2013), waktu setempat, menilai penggunaan senjata kimia di wilayah Ghouta, pinggir kota Damaskus pada 21 Agustus 2013, merupakan bentuk kejahatan perang.
Ban mengatakan, penggunaan senjata kimia, merupakan bentuk pelanggaran perjanjian internasional yang ditandatangani 1925.
Perjanjian itu dengan tegas melarang penggunaan senjata kimia. (cnn)