Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo, Jepang
TRIBUNNEWS.COM - Masyarakat Jepang menentang ekspor nuklir Jepang ke luar negeri. Sebanyak 59 persen menentang, 28 persen mendukung dan 13 persen menyatakan tidak tahu. Itulah hasil survei TV TBS, Minggu (3/11/2013) pagi.
Mantan PM Jepang, Junichiro Koizumi, pun dalam ceramah di hadapan masyarakat 16 Oktober 2013 menyatakan blak-blakan, "Saya ingin nuklir hilang dari Jepang. Jepang tetap bisa maju dan berkembang ekonominya meskipun tanpa nuklir. Kalau perlu Jepang bisa menjadi contoh negara di dunia di mana mempelopori sebagai negara tanpa nuklir," itulah ungkap Koizumi yang disambut tepuk tangan para peserta seminar di Tokyo itu, diliput Tribunnews.com di sini.
Menanggapi komentar Koizumi tersebut, Ketua Partai Sosialis Demokrat (Shakaito), Yoshida Satoshi, segera mendatangi Koizumi resmi tanggal 29 Oktober dan berbicara selama 45 menit. Yoshida meminta dukungan Koizumi agar perjuangan Shakaito yang sama pemikiran dengan Koizumi supaya Jepang tanpa nuklir agar dibantu.
"Setiap partai punya pendapat masing-masing dan berharap Shakaito dapat berjuang lebih baik lagi untuk bisa merealisasikan keinginannya tersbeut," papar Koizumi menanggapi keinginan Shakaito tersebut.
Pemikiran agar Jepang menjadi negara tanpa nuklir juga dimiliki Kepala partai Anda (Minna no To) yang dipimpin Yoshimi Watanabe dan Ketua Partai Kehidupan (seikatsu no To), Icgiro Ozawa, juga ingin bertemu dengan Koizumi agar bersama-sama dapat menghilangkan nuklir dari Jepang.
Lebih dari separuh rakyat Jepang saat ini tampaknya memiliki suara semakin kuat untuk menghilangkan nuklir dari Jepang dan mengganti dengan tenaga pembangkit yang lain seperti gas alam (shell gas), matahari dan sebagainya.
Upaya menentang nuklir juga berbentuk unjuk rasa rapi dan teratur setiap Jumat di Kokkaigijido, depan gedung parlemen Jepang, termasuk aktor Jepang ikut menentang nuklir seperti Taro Yamamoto (kini anggota parlemen) yang memberikan langsung surat korban nuklir kepada Kaisar 31 Oktober lalu di sebuah taman di Shinjuku Tokyo. Taro, kelahiran 24 November 1974, mendapat kecaman banyak orang dianggap kurang ajar dan bahkan banyak yang meminta dia mundur dari keanggotaan parlemen (majelis tinggi).
Demikian pula Ryuichi Sakamoto, yang lahir 17 Januari 1952, musisi dan pianis terkenal Jepang pun ikut bergabung dalam unjuk rasa menentang nuklir di Jepang.