TRIBUNNEWS.COM - Médécins Sans Frontières/Dokter Lintas Batas (MSF) sekali lagi menyerukan kepada komunitas internasional, terutama badan PBB, untuk meningkatkan responsnya terhadap krisis yang tengah berlangsung.
Gelombang pengungsian massal terjadi lagi di kota Bouca, di bagian timur laut Republik Afrika Tengah, menyusul bentrokan yang dilaporkan terjadi antara elemen anti-Balaka dan pasukan eks- Séléka, untuk kedua kalinya dalam dua bulan di wilayah ini. Hal ini sekali lagi menekankan mendesaknya aksi kemanusiaan untuk Republik Afrika Tengah, demikian pernyataan Médécins Sans Frontières (MSF), Rabu (27/11/2013).
“Pertikaian di Bouca menunjukkan betapa mengerikannya kekerasan yang melanda Republik Afrika Tengah,” kata Sylvain Groulx, Kepala Misi MSF di Republik Afrika Tengah. “Kami sangat prihatin akan keadaan penduduk yang terlantar. Mereka hidup berdesakan di gereja-gereja, masjid, sekolah, atau bahkan tidak diketahui keberadaannya karena tinggal di semak-semak tanpa mendapat akses layanan kesehatan, makanan, atau air dan terancam epidemi penyakit. Masih sangat banyak yang harus dilakukan, dan tindakan harus dilakukan sekarang.”
Pertikaian di wilayah Bouca, yang mulai terjadi awal minggu lalu telah menyebabkan beberapa orang meninggal dan cedera, di dekat kota berpenduduk 15.000 orang tersebut. Beberapa yang terluka dibawa ke klinik MSF, dan dua orang yang berada dalam kondisi kritis dipindahkan ke rumah sakit Batangafo yang berjarak 100 kilometer; satu orang meninggal dalam perjalanan.
Kekerasan yang baru terjadi ini menyusul bentrokan mematikan pada bulan September di mana sekitar 100 orang terbunuh dalam serangan terhadap warga sipil oleh kelompok bersenjata. Sebanyak 700 rumah dibakar dan ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Sejak itu, penduduk terpaksa tinggal dalam suasana takut dan terintimidasi, termasuk adanya ultimatum Selasa lalu bagi 700 orang yang mengungsi di Misi Katolik Bouca untuk meninggalkan tempat tersebut.
“Dari 700 orang yang mengungsi di Misi Katolik Bouca, lebih dari setengahnya kini telah melarikan diri,” kata Matthieu Amiraux, Koordinator Lapangan MSF di Bouca. “Situasinya sangat menegangkan, keluarga-keluarga Muslim meninggalkan kota Bouca berbondong-bondong. Hanya orang-orang bersenjata yang berada di dalam kota.”
MSF menekankan bahwa krisis masih terus berlanjut di kota Bossangoa, di mana sekitar 35.000 penduduk terlantar membutuhkan bantuan. MSF memulai klinik berjalan sejak pertengahan November untuk menjangkau mereka yang bersembunyi di semak-semak, dan tim MSF terus menyaksikan berbagai dampak kekerasan yang berlangsung terus-menerus, dan kurangnya respons bantuan kemanusiaan yang komprehensif.
PBB memperkirakan sekitar 400.000 orang, atau sepuluh persen jumlah penduduk telah kehilangan tempat tinggal di Republik Afrika Tengah sejak kudeta bulan Maret 2013. Mereka yang terlantar di Bossangoa dan Bouca menambah jumlah penduduk terlantar yang terus bertambah ini.
MSF menyerukan kepada PBB dan badan kemanusiaan lainnya untuk meningkatkan respons mereka terhadap krisis yang terabaikan ini. Meski MSF sempat beberapa kali mengevakuasi tim dari beberapa lokasi yang berbeda, aktivitas medisnya tidak berhenti di Republik Afrika Tengah. MSF telah memperluas jangkauan program daruratnya sejak Desember 2012.
Republik Afrika Tengah kini menghadapi keadaan darurat kemanusiaan dan kesehatan akibat ketidakstablikan politik dan militer selama beberapa dekade. Aktivitas MSF di Republik Afrika Tengah telah dimulai sejak 1997. Saat ini, MSF menjalankan tujuh program reguler di Batangafo, Boguila, Carnot, Kabo, Ndele, Paoua, dan Zemio dan telah memulai aktivitas darurat di Bossangoa, Bouca, dan Bria sejak Maret. Sebuah tim darurat keliling siap membantu di wilayah yang terdampak konflik dan sejauh ini telah berada di Bouar, Mbaiki, Yaloké.