TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Ketegangan politik di Turki semakin menghantam perekonomian negara itu. Nilai tukar mata uang mereka pun anjlok ke titik terendah terhadap dollar AS. Gelombang unjuk rasa kembali bergolak di Istanbul.
Lira melemah menjadi 2,0907 lira per dollar AS pada penutupan perdagangan Rabu (25/12/2013). Pasar saham Istanbul pun rontok 4,2 persen ke level 66.096,56.
Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan telah merespons dugaan skandal korupsi yang mendekati ring satu kekuasaan dengan memecat puluhan kepala kepolisian. Diperkirakan, dalam waktu dekat dia akan merombak kabinet.
Menteri Ekonomi Zafer Caglayan yang pada Rabu mengajukan pengunduran diri tetap berkeras menyatakan bahwa penyelidikan skandal itu jelas merupakan plot mengerikan yang sengaja dikembangkan untuk menyerang pemerintah Turki, partai penguasa, dan Turki.
"Saya mengundurkan diri dari jabatan saya sebagai menteri ekonomi agar permainan jelek yang menargetkan rekan-rekan dekat saya dan anak saya akan rusak dan kebenaran akan terungkap," kata Caglayan.
Tiga menteri utama Turki mengundurkan diri, Rabu (25/12/2013), terkait skandal korupsi tingkat tinggi di negara itu. Mereka adalah Menteri Lingkungan Hidup Erdogan Bayraktar, Menteri Ekonomi Zafer Caglayan, dan Menteri Dalam Negeri Muammer Guler.
Caglayan dan Guler menolak tuduhan suap yang dikenakan pada anak-anak mereka. Dalam dugaan skandal korupsi ini, anak-anak mereka termasuk di antara dua lusinan tersangka suap dan korupsi terkait pekerjaan infrastruktur.
Sementara Bayraktar justru meminta Erdogan ikut mundur dengan alasan sebagian besar proyek itu digarap atas persetujuan Erdogan.
Skandal korupsi yang melanda negara itu telah membuat marah warga. Aksi unjuk rasa kembali terjadi di Turki, dengan ribuan orang turun ke jalan menyerukan pemerintah mundur. Unjuk rasa ini kembali menghantam Erdogan yang pada Juni 2013 juga berhadapan dengan aksi turun ke jalan seiring rencananya membongkar sebuah taman di Istanbul.
Para pengamat mengatakan kasus ini mencuat seiring retaknya hubungan Erdogan dengan mantan sekutunya, Fethullah Gulen, ulama yang tinggal di Amerika Serikat dan punya pengaruh besar ke kepolisian dan peradilan Turki.
Perselisihan Erdogan dan Gulen diduga terkait dengan rencana penutupan sekolah Gulenist, sumber utama pendapatan grup Gulen. Gulenist semula adalah pendukung utama Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), partai pengusung Erdogan. Dukungan Gulenist membantu kemenangan AKP dalam tiga pemilu berturut-turut sejak 2002.