Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Asahi Shimbun dituntut oleh 8.700 warga Jepang ke pengadilan negeri distrik Tokyo, Senin (26/1/2015) karena menyebarkan fakta-fakta yang salah mengenai wanita penghibur ke masyarakat internasional. Selain itu penuntut juga meminta permintaan maaf resmi dari Asahi Shimbun dan ganti rugi per orang 10.000 yen
Gugatan terhadap artikel berseri 13 tulisan, kesaksian Seiji Yoshida bulan September 192, mengenai Wanita Penghibur Yang Dipaksa Menjadi Penghibur Tentara Jepang.
Ternyata artikel tersebut palsu sesuai kesaksian Yoshida awal Agustus 2014 dan Asahi Shimbun mengakuinya serta menyatakan menarik mundur beberapa bagian dari artikel tersebut
Penggugat sebanyak 8.700 orang tersebut menyatakan "Tidak ada bukti bahwa pemerintah Jepang memaksa para wanita penghibur tersebut."
Selain itu para penggugat juga menekankan, gara-gara tulisan itu mengakibatkan tersebar sejarah Jepang yang tidak benar (memelintirkan sejarah) ke masyarakat internasional, khususnya mengenai kasus wanita penghibur, mengakibatkan Jepang terkena hukuman berat dari masyarakat internasional.
Soichi Watanabe profesor kehormatan dari Universitas Sophia mengatakan, "Asahi Shimbun yang tulus merasakan kemarahan yang memalukan bagi orang-orang."
Gara-gara hal tersebut jumlah penggugat kedua meningkat jumlahnya menjadi sekitar 13.000 orang.
Pihak Asahi Shimbun secara resmi menyatakan akan membaca dulu gugatan tersebut dan tak mau berkomentar lebih lanjut karena telah masuk ke pengadilan.
Tulisan Yoshida itu mengenai pengalamannya sendiri sebagai Kepala Departemen di cabang Shimonoseki, organisasi Romu Hokoku-kai, organisasi yang bertanggungjawab mengenai perekrutan tenaga kerja.
Dalam tulisannya dia menjabarkan bawha wanita penghibur diambil paksa dari Pulau Jeju Korea Selatan, agar dijadikan wanita penghibur tentara Jepang selama perang dunia kedua.
Yoshida dalam tulisannya mengakui telah mencari 200 wanita Korea di Pulau Jeju untuk dijadikan wanita penghibur tersebut. Akibat tulisannya tersebut, sentimen anti Jepang khususnya oleh masyarakat Korea sangat besar hingga saat ini.
Ternyata penulisan Yoshida itu bohong dan diakuinya awal Agustus 2014 lalu. Itulah sebabnya warga Jepang menuntut keras Asahi Shimbun untuk meminta maaf resmi dan ganti rugi uang 10.000 yen per orang yang berarti 87 juta yen untuk 8.700 orang.