TRIBUNNEWS.COM, ROMA - Agama boleh berbeda-beda, namun air mata derita umat manusia tetap sama.
Oleh karena itu, adalah penting bagi para pemuka seluruh agama di dunia untuk bekerja sama membangun perdamaian dunia dan terus berupaya terciptanya kesejahteraan bagi umat manusia.
Demikianlah inti dari film “Nostra Aetate, The Leaven Of Good (Nostra Aetate, Ragi Kebaikan – red) yang menandai dimulainya konferensi internasional peringatan 50 tahun Nostra Aetate, di Universitas Gregoriana Roma, Italia, Senin (26/10).
Nostra Aetate (Pada Jaman Kita – Red), adalah salah satu dari 16 dokumen independen yang dihasilkan Konsili Vatikan II yakni pada 28 Oktober 1965.
Dokumen itu berisi keterbukaan Gereja Katolik dalam membangun hubungan keterbukaan dengan agama non Kristen.
Hadir dalam konferensi internasional sekitar 300 orang yang terdiri dari para tokoh dan pemimpin agama dari berbagai belahan bumi.
Juga para peserta dari berbagai kalangan, termasuk dua dari Indonesia yakni Hermawi Taslim Ketua FORKOMA PMKRI (Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia) dan AM Putut Prabantoro, Ketua Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa).
Hadir dalam acara pembukaan tersebut adalah Kardinal Jean Louis Tauran – Presiden Dewan Kepausan Dialog Antar Agama dan Kardinal Kurt Koch – Presiden Dewan Kepausan untuk Persatuan Kristen.
“Nostra Aetate, The Leaven Of Good” yang berdurasi 25 menit itu merekam berbagai pendapat para tokoh agama dari berbagai keyakinan tentang masa depan dunia.
Pesan utama yang ingin dikemukakan adalah dunia tidak mungkin dibangun dengan permusuhan, diskriminasi, penganiayaan ataupun penderitaan umat manusia.
Para tokoh agama harus bekerjasama dalam membangun dunia masa depan dengan perdamaian.
“Perdamaian itu syarat mutlak diperlukan ketika perang dirasa tidak akan berakhir. Perdamaian itu diperlukan ketika penderitaan umat manusia dirasa tidak pernah akan beranjak pergi."
"Dunia harus dibangun dalam perdamaian, kesetaraan dan tanpa diskriminasi. Itu pesan utama dari peringatan 50 tahun Nostra Aetate yang diungkapkan oleh Kardinal Jean Louis Tauran dalam pidato pembukaan konferensi,” ujar Putut Prabantoro.
Dijelaskan lebih lanjut, dengan Nostra Aetate, oleh karena itu Gereja Katolik mengecam setiap bentuk diskriminasi ataupun penganiayaan berdasarkan keturunan, warna kulit, kondisi hidup dan agama karena hal itu bertentangan dengan semangat Kristus.