TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Rompi bom bunuh diri yang digunakan oleh pelaku teror di Paris, Perancis, dipastikan dibuat oleh tangan profesional yang sangat terampil.
Diberitakan investigasi pihak keamanan Paris menyebut delapan pelaku teror yang tewas, tujuh di antaranya meregang nyawa karena ledakan bom dari rompi yang mereka pakai saat melakukan penyerangan bom.
Berbeda dengan serangan teroris yang terjadi di London di tahun 2005 di mana pelaku membawa peledak menggunakan tas ransel.
Sementara serangan teroris di Paris, ketujuh orang pelaku membawa peledak menggunakan rompi yang identik satu dengan yang lain.
Menurut mantan kepala intelijen Perancis, rompi peledak improvisasi tersebut biasanya digunakan oleh pelaku bom bunuh diri di Timur Tengah.
"(Membuat) Rompi bunuh diri, memerlukan keahlian spesialis amunisi. Untuk membuat peledak yang efektif bukan sesuatu yang mudah dilakukan," ujarnya, seperti dikutip dari Asiaone.com, Minggu (15/11/2015).
"Seorang spesialis amunisi adalah seseorang yang tahu bagaimana membuat peledak, untuk mengemas mereka di dalam sabuk atau rompi yang tidak begitu berat, yang memungkinkan seseorang bisa membawanya," lanjutnya.
Salah satu yang harus dipastikan, menurutnya adalah peledak yang dibawa tidak merepotkan yang membawanya.
"Dan itu juga tidak meledak akibat kecelakaan," tuturnya.
Pihak berwenang Perancis mengatakan rompi dibuat menggunakan TATP atau aseton peroksida yang mudah dibuat oleh amatir namun tak stabil.
Di dalam rompi juga diletakan baterai, tombol pemicu ledakan, dan peluru gotri untuk memaksimalkan daya rusak.
"Mereka tidak membawa rompi ini dari Suriah, karena semakin anda menggoyang rompi ini, maka semakin hal itu menempatkan anda di dalam risiko," katanya.
"Ini sangat mungkin dibuat disini, di Perancis atau negara lain di Eropa. Seseorang pelaku mungkin mempelajari bagaimana membuat rompi itu di daerah konflik.
Tiga orang spesialis yang dihubungi AFP, mengatakan rompi itu diduga dibuat oleh seseorang di luar kelompok serangan.
"Spesialis peledak terlalu berharga. Dia tidak pernah berpartisipasi dalam serangan," kata Alain Chouet, mantan Direktur di lembaga intelijen eksternal Perancis, DGSE.