Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Tokyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Partai oposisi Jepang (DPJ) membantah pihaknya disebut tidak bertangungjawab atas terbengkalainya korban bencana alam di Tohoku 11 Maret 2011 saat DPJ berkuasa saat itu.
"Saat kita memerintah terjadi bencana sangat besar jauh berbeda dengan bencana tahun 1995 di Kobe. Oleh karena itu tak bisa disamakan dengan kesulitan yang kita hadapi saat itu," kata Yukio Edano, Sekretaris Jenderal DPJ khusus kepada Tribunnews.com, Senin (16/11/2015).
Pada saat gempa bumi besar tahun 1995 di Kobe pemulihan hanya berlangsung satu tahun. Sedangkan gempa di Tohoku selama 3 tahun lebih tak kelihatan ada perubahan perbaikan kehidupan di Tohoku.
"Belum lama saya ke Tohoku dan masyarakat di sana tidak menyatakan bahwa perbaikan kehidupan mereka karena partai liberal (LDP). Jadi tidak benar kalau kita gagal atau LDP lebih mampu," katanya.
Partai oposisi DPJ diisukan akan pecah tetapi dibantah olehnya.
"Yang benar malah kita akan semakin meluaskan partai ini dan bukan tidak mungkin gabung dengan partai politik yang lain," ujarnya.
Edano yang pernah menjadi Menteri METI juga mengakui perlu pertimbangan mengenai pembangkit listrik tenaga nuklir di Jepang.
"Kasus per kasus harus dilihat. Kalau aman ya silakan. Tapi pengaktifan kembali PLTN yang ada sekarang tidak seaman PLTN Oi. Tapi kalau segi pengamanan baik tentu saja silakan diaktifkan kembali," kata dia.
DPJ berusaha mengalahkan LDP pada pemilu Majelis Tinggi (Parlemen) Jepang tahun depan. Namun perpecahan internal partai tersebut saat ini semakin menjatuhkan pamor DPJ di masyarakat Jepang.