News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Surat Kabar Vatikan Kecam Ilustrasi Charlie Hebdo

Penulis: Ruth Vania C
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sampul depan majalah satir Charlie Hebdo, edisi spesial peringatan setahun pascaserangan di kantor redaksi Charlie Hebdo, 7 Januari 2015, di Paris, Perancis.

TRIBUNNEWS.COM - Ilustrasi yang dipasang menjadi sampul depan majalah satir Charlie Hebdo, dikecam sebuah surat kabar Vatikan.

AFP mengabarkan bahwa sebuah surat kabar Vatikan, 'L'Osservatore Romano', mengkritik ilustrasi tersebut.

Surat kabar itu menuduh Charlie Hebdo sengaja ingin memanipulasi kepercayaan orang.

"Charlie Hebdo menunjukkan paradoks menyedihkan yang ada di dunia ini, yaitu soal bagaimana secara politik apa yang mereka lakukan sah saja."

"Tapi, secara umum mereka tak mengakui atau menghormati kepercayaan individu yang mempercayai keberadaan Tuhan, apapun agamanya," tulisnya.

Menurut surat kabar itu, Charlie Hebdo seperti melupakan apa yang telah pemimpin agama telah ajarkan pada umat beragama selama ini.

Hal yang dimaksud adalah ajaran untuk menolak kekerasan atas nama agama apapun, serta bahwa mengatasnamakan "Tuhan" untuk membenci seseorang adalah sebuah hujat.

Sebuah ilustrasi "kontroversial" dikatakan menempati posisi di sampul depan edisi spesial majalah tersebut, yang terbit Rabu (6/1/2016).

Edisi spesial tersebut memperingati setahun insiden serangan di kantor redaksi Charlie Hebdo pada 7 Januari 2015 lalu.

Ilustrasi tersebut memperlihatkan sosok yang dikatakan merepresentasikan "Tuhan", di mana terdapat sebuah senjata api tersampir di bahunya.

Terdapat pula tulisan kapital dalam bahasa Prancis: "Setahun Serangan: Pembunuh Masih Berkeliaran".

Sebelumnya, Reuters mengatakan Paus Fransiskus juga pernah berkomentar atas prinsip-prinsip Charlie Hebdo dalam bersatir.

"Anda tak bisa memprovokasi, Anda tak bisa menyindir kepercayaan orang lain. Anda tak bisa menjadikan kepercayaan itu sebagai bahan lelucon," katanya. (Reuters/The Independent)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini