TRIBUNNEWS.COM - India mencatatkan prestasi baru dalam pengembangan alutsista setelah satu Su-30MKI yang menjadi demonstrator sukses lepas landas dan mendarat dengan menggotong rudal BrahMos versi udara pada Sabtu, 25 Juni 2016.
Su-30MKI dengan tail number SB-200 merupakan pesawat pertama dari dua pesawat yang diserahkan Hindustan Aircraft Limited dari pabriknya di Nasik kepada BrahMos Aerospace pada 2015 untuk diintegrasikan dengan rudal BrahMos versi udara.
Pada gilirannya, BrahMos Aerospace menggandeng DRDO dan Federal State Unitary Enterprise NPO Mashinostroyenia untuk memodifikasi Su-30MKI untuk dapat menggotong BrahMos.
Integrasi ini cukup sulit karena harus mencari data mengenai besarnya tekanan yang dihasilkan dalam berbagai tingkatan g (gravitasi), analisa aerodinamika dengan rudal terpasang, modifikasi pada wiring dan avionik.
Tujuannya agar Su-30MKI dapat menembakkan Brahmos serta menyiapkan rudalnya sendiri.
Perhatian khusus harus diberikan pada kekuatan struktur karena bobot BrahMos versi udara mencapai 2,5 ton.
Setelah pada hari Jumat dilakukan ground test, penerbangan perdana Su-30MKI dengan membawa BrahMos versi udara merupakan pencapaian tahap pertama.
Keberhasilan tahap pertama akan diikuti tahap kedua, yaitu penembakan rudal dengan simulated weight menggantikan hulu ledak untuk mengetahui performa rudal dan karakteristik terbangnya.
Apabila berhasil, maka tahap ketiga dan keempat merupakan peluncuran rudal lengkap dengan hulu ledak yang diharapkan bisa diselesaikan pada akhir 2017.
Dengan mulai berjalannya BrahMos versi udara, artinya India sudah memiliki triad BrahMos.
Dua tahap sebelumnya telah dilalui dengan sukses, yakni berhasil menyelesaikan integrasi BrahMos dengan kapal perangnya, setelah sebelumnya hadir versi darat sebagai pengembangan lanjutan dari rudal Yakhont buatan Rusia.
Rudal BrahMos versi udara akan hadir dengan hulu ledak seberat 200 kilogram, dan jarak luncur 280 kilometer (ada yang menyatakan sampai 500 kilometer).
Walaupun parameter ini tidak istimewa, katakanlah dibanding dengan Kh-59ME, namun keunggulan BrahMos versi udara ada pada kecepatan luncurnya yang mencapai Mach 2,8, sehingga sukar ditangkal sistem antirudal.
DRDO bahkan menyatakan akan mencari cara agar BrahMos bisa melesat sampai Mach 6 atau mencapai kecepatan hipersonik.
Yang jelas, kemajuan yang dicapai India tentu akan membuat negara tetangga yang selama ini kurang akur seperti Pakistan dan Tiongkok blingsatan.
Punya BrahMos versi udara akan memampukan AU India menggapai lokasi strategis di kedua negara yang selama ini tidak terjangkau, sepanjang AU India mampu menyediakan payung SEAD (Supresion of Enemy Air Defense) yang efektif.
Apalagi India saat ini hampir memiliki 300 unit Su-30MKI, yang bila dimodifikasi seluruhnya akan mampu menggotong BrahMos.
Dalam perang udara, pada akhirnya kuantitas akan memenangkan pertempuran, mengingat kekuatan udara India dan Tiongkok relatif sama kualitasnya.
Yang jelas, integrasi BrahMos versi udara ini akan menjadi peluang bisnis baru mengingat India dan Rusia sama-sama setuju untuk mengkomersilkan rudal baru ini.
Apakah Indonesia tertarik mengakuisisinya, mengingat TNI AU juga mengoperasikan Su-30MK2 dan sedang mencari kapabilitas rudal jelajah taktis? Kita tunggu saja perkembangannya.
PENULIS: Aryo Nugroho
SUMBER: Majalah Angkasa