TRIBUNNEWS.COM - Kawan dari Malaysia dalam ajang Trade Media Briefing 2016 yang diselenggarakan oleh Airbus Defence and Space di Munich, bercerita bahwa Pemerintah Malaysia saat ini tengah mempertimbangkan untuk membeli jet tempur DassaultRafale atau Eurofighter Typhoon.
Mengapa dua penempur ini yang disorot? Banyak hal, tiga di antaranya jadi faktor pemicu.
Baik Rafale atau Typhoon keduanya sudah combat proven, keduanya bermesin ganda, dan pihak pabrikan masing-masing menawarkan skema kerja sama termasuk dalam hal perawatan pesawat.
Malaysia yang sudah memiliki Sukhoi Su-30MKM sebanyak 18 unit lengkap dengan persenjataannya, apakah tidak ingin membeli Su-35 atau penempur lainnya?
“Bisa saja, tapi saat ini arah yang paling kuat adalah kepada Rafale atau Typhoon,” ujarnya. Meski demikian, ia tidak dapat menjamin 100% karena politik di Malaysia sangat berperan besar dalam memilih salah satu alutsista yang akan dibeli.
Ramai dibicarakan A, bisa jadi pemerintah tiba-tiba membeli B. “Itulah gambaran di Malaysia,” tambahnya.
Dampak bagi Indonesia
Menarik untuk ditelaah, lalu apa dampak paling signifikan bagi Indonesia bila Malaysia membeli salah satu dari dua jet tempur andalan untuk menggantikan peran MiG-29 mereka itu?
Perimbangan kekuatan di kawasan regional jelas akan makin terasa tentunya.
Menghadirkan Rafale atau Typhoon di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik, maka sama dengan menghadirkan pisau baru ke kawasan ini.
Singapura mengandalkan F-15SG dan F-16C/D yang sedang di-upgrade lagi radarnya ke AESA.
Indonesia mengandalkan Su-27/30, F-16A/B, dan F-16C/D, Thailand mengandalkan F-16A/B dan Gripen C/D, Vietnam mengandalkan Su-27/30, Malaysia mengandalkan Su-30MKM dan F/A-18D.
Sementara Australia mengandalkan F/A-18A/B, F/A-18E/F, EA-18G, dan F-35.
Perlu diingat, negara-negara lain tidak hanya telah melengkapi kekuatannya dengan pesawat tempur saja, tapi juga dengan pesawat misi khusus(AEW&C) yang akan memandu pesawat tempur di medan pertempuran.