TRIBUNNEWS.COM, KRIMEA - Rusia melakukan mobilisasi persenjataan dan pasukan ke wilayah Krimea untuk memperkuat pertahanannya dari ancaman yang mungkin timbul dari negara atau kelompok bersenjata terhadap kedaulatan negaranya.
Namun demikian, tindakan mobilisasi tersebut menuai kritik dari Amerika Serikat (AS).
Menanggapi kritikan tersebut, seperti yang dilansir RT, seorang diplomat senior Rusia mengeluarkan pernyataan bahwa Rusia berhak melindungi keamanan nasional dengan menempatkan senjata dan pasukan di wilayah kedaulatannya.
“Kenyataannya, kami berhak melakukan mobilisasi senjata dan pasukan di wilayah kami sendiri,” tutur Kepala Departemen Keamanan dan Perlucutan Senjata Kementerian Luar Negeri Rusia Mikhail Ulyanov.
Ulyanov menyatakan bahwa pemerintah Rusia selama ini selalu berhati-hati dalam membuat pernyataan publik mengenai mobilisasi militer AS di seluruh dunia.
"Kami tak pernah mendikte Washington mengenai senjata dan pasukan mana saja yang boleh mereka kirimkan ke berbagai wilayah. Tapi kini mereka mencampuri urusan kami dalam penempatan senjata di wilayah kami sendiri. Kami rasa itu tidak pantas secara politik,” imbuh Ulyanov.
Pernyataan tersebut merupakan respons Rusia atas tuduhan politisi AS dan Ukraina yang menyebutkan bahwa penempatan pasukan Rusia di Krimea merupakan bentuk pelanggaran dari Traktat Noproliferasi Nuklir atau Nuclear Non-Proliferation Treaty (NPT) yang mengatur tentang penyebaran senjata nuklir.
Menurut Ulyanov, Rusia juga tengah mempertimbangkan tindakan untuk merespons kehadiran NATO di kawasan Laut Hitam.
Pasalnya, kehadiran kapal perang NATO di kawasan tersebut bukan berasal dari negara yang berbatasan langsung dengan Laut Hitam.
Ulyanov menekankan peningkatan kehadiran militer Rusia di Laut Hitam, oleh karena itu Ulyanov mendorong pemerintah Rusia untuk mempertimbangkan hal tersebut dalam perencanaan militer selanjutnya.
Hubungan Rusia dengan AS menegang sejak terjadinya krisis Ukraina yang berujung reunifikasi Krimea dengan Federasi Rusia pada Maret 2014.
Pada Juni 2015, Rusia menyatakan berhak atas penempatan senjata nuklir di wilayah kedaulatannya, termasuk di Semenanjung Krimea.