Di Samoa terdapat sekitar satu sampai lima persen kaum fa'afafine, dengan jumlah populasi mencapai 190.000 jiwa.
Tahun ini, kontes kecantikan Miss Fa'afafine merayakan ulang tahunnya yang ke 10, dan menampilkan sembilan kontestan dari berbagai negara serta usia.
Mereka akan berkumpul di depan ribuan penonton pada Jumat (2/9/2016).
Asosiasi Fa'afafine Samoa (SFA), yang menyelenggarakan kontes, menggunakan ajang ini untuk menggalang dana bagi pekerjaan komunitas mereka.
Selain mengumpulkan dana, mereka juga ingin meningkatkan kesadaran tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
Mereka juga mendorong agar UU Samoa tentang pelarangan homoseksualitas dicabut.
Mengaku bukan gay
Ymania Brown (53), salah satu pendiri SFA, mengaku telah diidentifikasi sebagai seorang anak perempuan 'sejak usia tiga tahun'.
Dia pun ingat sudah naksir atau menyukai anak laki-laki saat masih di taman kanak-kanak.
Namun dia mengatakan, menjadi fa'afafine tidak sama dengan menjadi gay.
"Ketika anda mencoba untuk menyesuaikan kultur anda dengan budaya Barat, apa yang anda akhirnya lakukan adalah mencoba untuk menemukan yang termudah," kata dia.
"Ini adalah sebuah kehidupan yang sangat menyakitkan karena semuanya menimbulkan stigma dan konotasi negatif," kata dia lagi.
Sang ibu pun menerima identitasnya, namun tidak dengan ayahnya yang bersikukuh menolak identitasnya.
"Tidak ada orangtua yang mengharapkan hal itu terjadi pada anak-anaknya, tetapi setelah kalah dalam argumentasi, mereka biasanya menerima."
Ada beban lebih dalam kontes kecantikan tahun ini, di saat masyarakat tradisional atau komunitas yang toleran bisa menerima identitas mereka, tekanan besar datang dari kaum konservatif, terutama umat Kristen Samoa.