TRIBUNNEWS.COM, SAMOA -- Lampu-lampu yang terang, gaun-gaun berkilauan dan senyum yang mempesona adalah ciri dari setiap kontes kecantikan.
Namun, kontes kecantikan yang berlangsung di Samoa merupakan kontes yang berbeda dengan ajang-ajang pemilihan ratu kecantikan lainnya.
Kontes kecantikan yang diberi nama Miss Fa'afafine adalah perayaan tahunan dan merupakan tradisi bagi kaum transjender di negara kepulauan tersebut.
"Saya percaya bahwa saya terlahir sebagai seorang fa'afafine. Meski awalnya saya terlahir dengan jenis kelamin laki-laki, tapi sisi feminin saya jauh lebih kuat," kata Velda Collins, salah satu peserta kontes.
"Saya seorang wanita yang terjebak dalam tubuh seorang pria," kata Velda saat menggambarkan dirinya.
"Kami memiliki keunikan dibanding komunitas lesbian dan gay di seluruh dunia, kami memiliki identitas sendiri," cetus dia lagi.
Meskipun kaum fa'afafine sudah diterima sebagai bagian dari budaya Samoa selama bertahun-tahun, tapi ia mengaku tetap menjalani kehidupan yang keras.
Orangtua Velda tidak pernah bisa menerimanya, karena takut kesempatan-kesempatan dalam hidup akan tertutup bagi dia, menyusul identitas yang disandangnya.
Velda Collins mengambil bagian dalam ajang Miss Fa'afafine pada tahun 2007, dan kontes kecantikan ini menjadi 'momen kebebasan' dalam hidupnya.
Ia memenangi kontes ini, dan sekarang menjadi salah satu penyelenggara kontes kecantikan tersebut.
Menilik kembali ke permulaan abad ke 20, istilah fa'afafine memiliki arti 'seperti seorang wanita'.
Sebutan ini disematkan kepada orang-orang yang tidak sesuai jendernya sebagai pria dan wanita.
Beberapa fa'afafines menjalani kehidupan mereka sebagai wanita, sedangkan yang lainnya bisa memilih untuk hidup sebagai laki-laki tapi dengan atribut perempuan.
Menjadi fa'afafine tidak berarti menjadi seorang gay, mereka menganggap diri mereka sebagai kalangan dari jenis kelamin ketiga atau transjender.