News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Wanita Cantik Unggah Foto Selfie di Facebook, Fotonya Dicuri Lalu Muncul di Situs Porno

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Noelle Martin berusia 17 tahun ketika pelaku mencuri foto selfie dirinya.

TRIBUNNEWS.COM, SYDNEY - Seorang wanita muda mendesak agar Pemerintah Australia menindak praktik "pornografi parasit" atau "metamorfosis" yang tengah berkembang.

Wanita muda itu kini berusia 22 tahun. Namun, foto-foto selfie pribadinya yang diunggah ke situs media sosial semasa remaja belasan tahun telah dicuri untuk sebuah situs porno.

Noelle Martin, gadis tersebut, masih 17 tahun ketika "predator" mencuri foto selfie yang dia unggah ke akun Facebook dan kemudian menempelkannya di situs porno di seluruh dunia.

Foto-foto lain Noelle dalam pose biasa juga diambil dan disisipkan ke situs-situs porno dengan para penggunanya membuat komentar terbuka mengenai penampilannya. Praktik ini disebut sebagai "pornografi parasit".

Bentuk lainnya, pengguna akan mengutak-atik foto dan menempelkan kepalanya di foto tubuh bintang porno, tindakan yang dikenal sebagai "pornografi fotografi".

Sekarang Noelle berusia 22 tahun dan hampir menyelesaikan pendidikan di fakultas hukum. Ia merasa terganggu dengan penggunaan foto dirinya yang terus-menerus.

Dia khawatir foto-fotonya yang beredar di internet akan membuat dia seolah-olah berkontribusi secara sukarela di situs porno tersebut.

"Mereka dapat merusak kehidupan perempuan seperti saya dengan tindakan seperti ini. Mereka benar-benar dapat merusak kehidupan seorang gadis karena apa yang mereka lakukan," katanya.

Noelle menemukan pelanggaran atas foto dirinya dengan menggunakan sistem pencarian terbalik di "Google Image".

Ini adalah sistem saat pengguna dapat memasukkan sebuah file gambar ke alat pencarian Google Image. Sistem ini akan menunjukkan di mana gambar yang sama dengan gambar yang dimasukkan ke Google Image dipublikasikan di internet.

"Saat itu, saya masih kuliah. Di satu hari pukul 02.00 dini hari, saya berada di rumah di depan komputer dan memutuskan untuk mencari foto saya di Google Image," katanya.

"Mereka mengatakan hal-hal (tak senonoh) seperti 'banyaknya air mani yang tumpah di atas tubuh saya bisa mengisi kolam renang', atau 'tutup wajahnya dan kami akan menyetu**h**ya'. Saya dibilang sampah, pelacur," ujarnya.

Noelle berusia 18 tahun ketika ia menemukan gambar dirinya telah dicuri dan sejak saat itu ia terus melawan situs-situs porno agar foto dirinya dihapus.

Memeras

Dia mengatakan, saat dia meminta salah satu situs untuk menghapus fotonya, pengelola situs itu malah berusaha memeras dirinya.

Pengelola situs meminta gambar bugil Noelle untuk koleksi pribadinya sendiri sebagai imbalan agar dia menghapus fotonya dari situs umum.

Hal semacam ini sudah sering didengar Komisioner Lembaga Children’s eSafety Australia, Andree Wright. Ia mengatakan, ada peningkatan jumlah kasus "pemaksaan seks" di seluruh Australia.

"Pada bulan Juli dan Agustus, kami menemukan satu dari empat remaja yang datang kepada kami, yang jadi korban bullying di dunia maya mengalami situasi pemerasan seperti ini," katanya.

Noelle mengaku dia telah mendatangi kantor polisi setempat, Polisi Federal Australia, dan berbagai otoritas federal yang semuanya hanya bisa menyampaikan simpati (terhadap masalahnya). Namun, kemudian meminta dia menghubungi departemen lain.

"Saat ini, dari UU yang ada, tidak masalah-kah bagi mereka (para pelaku) untuk melakukan hal seperti itu? Itu dibolehkan. Bagaimana ini bisa disebut adil? Bagaimana ini layak dialami seseorang?" katanya.

Noelle mengatakan, dia ingin memiliki hak kembali nama dan gambarnya dan ia juga ingin mengirimkan pesan kepada mereka yang telah mencuri fotonya.

Sekarang dia bersatu dengan korban tindakan pornografi parasit lainnya untuk mengampanyekan UU yang lebih keras untuk melindungi (siapa pun) dari pelanggaran foto semacam ini.

Kisah Noelle ini muncul di saat negara bagian dan teritori tengah berpikir keras bagaimana menyusun UU yang dapat melindungi korban-korban pornografi balas dendam.

Kelompok advokasi perempuan menghendaki agar pornografi balas dendam dinamai ulang dengan sebutan "pelecehan seksual berbasis gambar".

"Saya pikir pornografi balas dendam salah nama karena itu menyiratkan kalau perbuatan tersebut disebabkan balas dendam dan berurusan dengan pornografi," kata Karen Bentley, Direktur Proyek Jaringan Keamanan untuk Women's Services Network (lembaga advokasi perempuan dan anak-anak korban kekerasan rumah tangga atau keluarga di Australia).

"Sering kali tindakan ini sama sekali tak berhubungan dengan dua hal itu (balas dendam dan pornografi) sehingga kami lebih suka menggunakan istilah pelecehan seksual berbasis gambar atau eksploitasi seksual berbasis gambar."

Bentley memberikan pelatihan keamanan teknologi untuk sejumlah lembaga dan organisasi Australia yang menangani perempuan yang mengalami atau melarikan diri dari kekerasan berbasis jender dan penguntitan.

Dia mengatakan, serangan berbasis gambar adalah taktik penganiayaan baru yang digunakan oleh pasangan yang kasar, tetapi menyeret pelakunya ke pengadilan itu tidak mudah.

"Jadi, ada masalah yurisdiksi lintas batas internasional yang kami punyai dan juga pembuktian," katanya.

Negara bagian Australia Selatan dan Victoria akan mengesahkan UU yang menggolongkan tindakan menyebar gambar-gambar "intim" tanpa izin terlebih dahulu sebagai kejahatan.

UU tentang foto rekayasa

Pemerintah New South Wales (NSW) baru saja menerbitkan sebuah makalah diskusi yang juga membahas apakah gambar-gambar netral yang telah direkayasa harus dimasukkan dalam definisi (UU) itu.

Jaksa Agung NSW, Gabrielle Upton, mengatakan, ia mendengar langsung dari korban mengenai dampak mendalam yang mereka alami akibat pornografi balas dendam ini.

"Sebagai seorang ibu dari remaja putri, saya punya sedikit pemikiran bagaimana tindakan semacam ini, yang sekarang bisa dilakukan dengan menggunakan ponsel, begitu banyak beredar, membuat gambar-gambar ini tersebar ke berbagai ponsel, platform, internet, dan itulah sebabnya mengapa kami harus membahas masalah ini sekarang," katanya.

Meski dia mengatakan ada perdebatan tentang penerapan hukum yang berlaku sama secara nasional, para legislator menghendaki UU yang berbasis negara bagian sehingga menyebarkan (material) pornografi balas dendam bisa dijerat dengan kitab hukum pidana negara bagian sehingga tindakan ini bisa dikategorikan sebagai tindakan kriminal.

Perintah pencabutan konten dapat dikeluarkan untuk gambar anak-anak yang digunakan dalam situs-situs Australia, tetapi itu menjadi masalah yang berbeda ketika menyangkut situs-situs dewasa atau situs di luar negeri.

Itulah sebabnya pengacara seperti Bentley menekankan pentingnya memiliki pengaturan keamanan yang tinggi di media sosial.

"Banyak komentator pada dasarnya akan mengatakan, Anda dapat melindungi diri sendiri dengan tidak mengunggah gambar di internet, tetapi itu tidak mungkin. Anda pasti akan mengunggah gambar di internet," katanya.

"Saya pikir jika Anda mengunggahnya online atau jika Anda punya akun online... pada dasarnya Anda perlu memahami pengaturan privasi pada akun e-mail dan privasi Anda, terutama jika Anda menyimpan foto di internet."
Editor : Pascal S Bin Saju
Sumber : Australia Plus ABC,

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini