TRIBUNNEWS.COM, VALETTA - Setelah Spanyol membatalkan izin untuk armada perang Rusia mengisi bahan bakar di pelabuhannya dalam pelayaran menuju Laut Tengah, Malta melakukan hal yang sama.
Kementerian Luar Negeri Malta dengan tegas melarang kapal-kapal perang Rusia untuk mengisi bahan bakar di negeri pulau itu.
Sebelumnya, armada yang terdiri dari delapan kapal perang, termasuk kapal induk Admiral Kuznetzov itu, berencana merapat di pelabuhan Cueta, Afrika Utara, Rabu (26/10/2016), untuk mengisi bahan bakar dan kebutuhan lainnya.
Namun rencana itu batal setelah Spanyol dihujani kecaman dari NATO dan sejumlah negara Eropa Barat, karena menilai armada Rusia itu akan digunakan untuk menambah frekuensi serangan ke kota Aleppo.
Harian The Times of Malta mengabarkan, menteri luar negeri George Vella membantah munculnya klaim bahwa armada perang Rusia itu akan singgah di negeri itu.
Namun, Vella tidak membenarkan atau membantah apakah Rusia telah mengajukan permintaan untuk singgah di pelabuhan Malta.
Reaksi Malta ini muncul setelah kelompok aktivis Avaaz menyerukan agar Malta mengikuti jejak Spanyol menolak apa yang disebut sebagai "armada kematian Rusia" untuk mengisi bahan bakar.
"Gelombang tekanan publik menyebar di seluruh Laut Tengah menekan semua pemerintahan untuk memberi pasokan bagi armada kematian Rusia," kata Christoph Schott, pengkampanye senior Avaaz.
"Pertama Spanyol dan kini Malta sudah mengakui bahwa mereka sama saja dengan ikut membantai warga sipil Aleppo dengan membiarkan kapal-kapal Rusia itu mengisi BBM," tambah Schott.
"Kini Yunani dan semua negara (di Laut Tengah) harus mengikuti langkah ini," tambah dia.
Armada kapal perang diperkirakan melanjutkan perjalanan mereka melewati Malta, pulau-pulau milik Yunani, dan Siprus. Sejauh ini belum jelas di mana armada itu akan singgah jika diperlukan.
Tekanan agar negara-negara di Laut Tengah agar tidak memberikan izin mengisi bahan bakar untuk armada Rusia itu juga datang dari Amnesti Internasional.