TRIBUNNEWS.COM, STRASBOURG -- Dua perempuan Yazidi yang pernah diculik oleh kelompok teroris Negara Islam di Irak an Suriah (ISIS) pada tahun 2014, dan dijadikan sebagai budak seks, menerima hadiah 'Sakharov'.
Penghargaan ini merupakan simbol untuk kebebasan berpikir dan berekspresi dari Parlemen Eropa.
Nadia Murad dan Lamiya Aji Bashar dinyatakan sebagai penerima hadiah tersebut pada bulan Oktober, dan menerima hadiah pada Selasa (13/12/2016), dalam upacara di Strasbourg, Perancis.
Kedua perempuan itu adalah dua di antara sekitar 7.000 ribu wanita dan anak perempuan Yazidi yang diculik dan dijual sebagai budak seks di bawah pemerintahan ISIS.
Sekitar 5.000 lainnya dibunuh dalam upaya memusnahkan sekte agama itu.
Mereka dibawa dari desa mereka di dekat Sinjar di barat laut Irak pada tahun 2014.
Pengepungan oleh ISIS atas wilayah itu mengundang serangan udara pertama dari koalisi pimpinan Amerika Serikat pada bulan Agustus 2014.
Serangan udara itu kemudian diperluas ke wilayah-wilayah lain di Irak dan Suriah.
Murad dan Bashar telah bekerja untuk meningkatkan kesadaran tentang perlakukan terhadap Yazidi, yang menurut Perserikatan Bangsa-bangsa termasuk genosida.
Bashar mengatakan, dalam menerima hadiah itu ia telah memutuskan untuk menjadi “suara bagi orang-orang yang tak bersuara”.
Dia pun mendesak para anggota parlemen agar tidak pernah membiarkan kejahatan seperti itu terjadi lagi.
Bashar juga menyerukan agar anak-anak yang pernah menjadi korban para teroris diberi dukungan psikologis.
Sementara, Murad mengatakan teroris ISIS menarget orang-orang yang melawan ideologi mereka.
ISIS pun bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia dan harus bertanggung jawab di tingkat internasional.
Murad mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB tahun lalu, tujuan ISIS adalah untuk memusnahkan semua etnis Yazidi, karena dianggap kafir.
Dia mendesak dewan agar mengambil tindakan untuk membebaskan daerah Yazidi dan mengenyahkan kelompok teroris itu.