TRIBUNNEWS.COM, BAGHDAD - Anggota parlemen Irak yang juga merupakan aktivis hak asasi manusia (HAM) Vian Dakhli mengkritik larangan masuk bagi warga Irak yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Kritik Dakhli itu disampaikan dalam pidato di Kongres Amerika Serikat, Rabu (8/2/2017) setempat.
Media Jepang NHK menjelaskan bahwa Dakhli telah bekerja melindungi kelompok agama minoritas Yazidis di negaranya dari ancaman ISIS.
Ia berencana mengunjungi Washington beberapa hari sebelumnya atas undangan para anggota parlemen AS dan kelompok-kelompok HAM.
Baca: Presiden Iran: Kami Tak Takut Terhadap Trump
Namun ia tertahan akibat larangan masuk sementara atas pengunjung dari Irak serta enam negara mayoritas Muslim lainnya.
Dakhli mengatakan bahwa rakyat Irak terkejut atas perintah presiden tersebut karena telah menempatkan mereka di posisi yang sama sebagai teroris.
Ia ingin menyampaikan kepada Presiden Trump bahwa warga Irak bukanlah teroris.
Presiden Trump menghadapi kritikan keras setelah menandatangani perintah eksekutif yang melarang masuknya warga negara dari tujuh negara ini selama 90 hari yakni Iran, Irak, Libia, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman.
Pembatasan ini merupakan bagian dari rencana keimigrasian mengontrol imigran.
Negara-negara itu sudah masuk ke dalam kategori "negara-negara yang diwaspadai" setelah disahkan undang-undang oleh Kongres yang didominasi anggota dari Partai Repubik pada 2015.
Program Bebas Visa memungkinkan warga negara dari 38 negara masuk ke wilayah Amerika Serikat selama 90 hari tanpa visa. Inggris, Prancis dan Jerman termasuk negara-negara yang dicakup dalam program itu.
Pengunjung dari negara-negara itu mengajukan Electronic System for Travel Authorization (ESTA) atau Sistem Elektronik untuk Otorisasi Perjalanan. (NHK/AP/AFP/BBC).