TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persaingan dalam bisnis penerbangan tidak hanya terjadi pada jenis layanan kepada para penumpangnya, jenis pesawat, keramahan pramugari tapi juga terjadi pada jarak penerbangannya.
Baru-baru ini Maskapai Penerbangan Qatar Airways baru saja meluncurkan rute penerbangan yang diklaim paling panjang di dunia, yakni sejauh 14.539 km.
Rute penerbangan "gila-gilaan" yang akan ditempuh pesawat-pesawat jumbo jet Qatar Airways itu antara lain Doha (Qatar)–Auckland (Selandia Baru).
Jarak penerbangan yang ditempuh oleh Qatar Airways ini lebih jauh dibandingkan jarak yang ditempuh maskapai penerbangan Emirates yang pada tahun 2016 menerbangi rute Dubai-Auckland yang memiliki jarak 14.200 km.
Atas persaingan jarak dalam bisnis dunia penerbangan ini, maskapai penerbangan Australia, Qantas Airways, pada tahun 2018 mendatang juga akan meluncurkan penerbangan, Perth-London sejauh 14.498 km .
Lalu apa yang terjadi di balik persaingan jauh-jauhan rute penerbangan itu bagi para maskapai penerbangan?
Yang paling mencolok, para maskapai ini tentu saja harus menyediakan pesawat yang memadai dan tangguh untuk menempuh penerbangan jarak jauh seperti A350-900 Ultra Long Range, Airbus A340-500, dan Boeing 777-200 Long Range.
Selain itu, maskapai juga harus menyediakan pilot dan kopilot cadangan mengingat para awak pesawat bukan manusia yang bisa bekerja seperti mesin.
Servis para pramugari dan fasilitas kabin yang bisa membuat betah para penumpang, dan lainnya, juga harus ditingkatkan.
Selain itu manajemen penerbangan juga harus disiplin dalam menangani penerbangan jarak jauh, misalnya melakukan pemeliharaan pesawat secara disiplin, menghitung tepat beban yang diangkut pesawat, penyediaan bahan bakar yang cukup termasuk bahan bakar cadangan, dan lainnya.
Karena para penumpang adalah raja maka kenyamanannya memang harus diutamakan, terutama service untuk menghilangkan rasa pegal-pegal dan rasa bosan, misalnya dengan menyediakan sejumlah kursi pijat elekronik. (Intisari/ Agustinus Winardi)