TRIBUNNEWS.COM, SEOUL -- Rezim pemerintah Korea Utara (Korut) yang dipimpin Kim Jong Un mulai diterpa isu sebagai dalam serangan siber di 150 negara.
Kendati belum cukup untuk sebuah kesimpulan, bukti-bukti yang ada mengarah pada keterlibatan Pyongyang, demikian Deutsche Welle, Selasa (16/5/2017).
Pakar keamanan siber Korea Selatan (Korsel) mengaku memiliki bukti bahwa Korut mendalangi serangan “Ransomware WannaCry” di seluruh dunia.
Serangan tersebut menyandera komputer pengguna dan menuntut uang tebusan dalam bentuk Bitcoin.
Baca: Indonesia Darurat "Ransomware", Kominfo Gelar Konferensi Pers Mendadak
Simon Choi, Direktur Hauri Inc yang memproduksi piranti lunak antivirus, mengatakan, Pyongyang bukan pendatang baru di dunia Bitcoin.
Menurutnya, jiran di utara sudah aktif menambang mata uang siber itu dengan menggunakan program berbahaya sejak 2013.
Tahun lalu Choi secara tidak sengaja berbincang dengan peretas Korut yang mengaku sedang mengembangkan Ransomware. Ia lalu langsung menghubungi otoritas Korsel.
Kesaksian Choi bukan yang pertama mengaitkan Korut dengan serangan "WannaCry."
Sebelumnya peneliti di laboraturium siber milik Symantec dan Kaspersky juga menemukan sejumlah kesamaan antara perangkat WannaCry dengan serangan siber di masa lalu yang dituding dilakukan oleh Korut.
Namun, begitu mereka mewanti-wanti bahwa bukti yang ada belum mencukupi untuk membuat kesimpulan mengenai dalang di balik serangan tersebut.
Kaspersky misalnya mengklaim butuh waktu beberapa pekan hingga berbulan-bulan untuk mengumpulkan bukti yang kuat.
Software WannaCry menyerang jutaan komputer di 150 negara, termasuk 200.000 organisasi dan institusi publik.
Peretas dikabarkan menggunakan celah keamanan pada Windows yang pernah digunakan dinas rahasia AS, NSA, untuk memata-matai warga Amerika.
Namun, kemudian seorang peretas membocorkan celah keamanan tersebut kepada publik.