Meski menjulang di antara teman-teman sebayanya, Karan tak terlihat canggung saat bermain dengan kawan-kawannya yang jauh lebih pendek.
"Setelah mengerjakan PR, saya bermain dengan teman-temannya lalu bermain bola basket bersama ibu," kata Karan.
"Ibu sudah mengajari saya bermain basket sejak saya berusia lima tahun dan saya ingin bermain seperti ibu. Saya juga menyukai sains," tambah Karan.
Keluarga "jangkung" ini kerap menarik perhatian saat bepergian bersama-sama.
Namun, masalah yang paling sering dihadapi keluarga ini adalah mencari pakaian dan sepatu yang cocok.
"Saat baru lahir, Karan tak bisa menggunakan pakaian bayi seusianya. Kami harus membeli pakaian bayi berusia enam bulan," ujar Shweatlana.
"Di usia tiga tahun, dia mengenakan pakaian anak 10 tahun. Kini ukuran sepatunya sangat besar terkadang susah untuk mendapatkannya di pasar," tambah Shweatlana.
Seringkali, ujar Shweatlana, pakaian untuk Karan harus dijahit secara khusus agar cocok dengan ukuran tubuhnya.
Sementara itu, Karan meski tampil berbeda dengan anak-anak sebayanya, dia tak kecil hati dan justru ingin tumbuh lebih tinggi.
"Saya senang menjadi tinggi seperti ibu. Saya ingin lebih tinggi dari ibu dan membuat orangtua saya bangga," tambah Karan.
"Namun, jika saya harus memilih antara menjadi pemain bola basket atau dokter maka saya pasti memilih bola basket," ujar dia.
Sumber: Mirror
Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Inikah Bocah dengan Tubuh Paling Tinggi di Dunia?