Laporan Wartawan Tribun Pekanbaru, Budi Rahmat
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Maskapai AirAsia yang mendarat darurat di Brisbane, Australia pada Selasa (4/7/2017) lusa meninggalkan kesan dan pengalaman tersendiri bagi para penumpangnya.
Salah satunya yang dirasakan Ronny Basista warga Pekanbaru yang merupakan satu dari 345 penumpang dan 14 kru pesawat yang nyaris mengalami celaka.
Ronny merupakan mahasiswa Phd Ilmu Politik, Victoria University of Wllington, New Zealand.
Kepada Tribunpekanbaru.com, Kamis (6/7/2017) Ronny berbagi cerita detik-detik pesawat naas tersebut harus mendarat darurat di Brisbane serta kepanikan yang terjadi di dalam pesawat.
Saya berniat menjemput anak dan istri untuk bisa menemani saya belajar di New Zealand (NZ).
Pada hari Selasa (4/7/2017) saya terbang dari Wellington ke Auckland menggunakan maskapai Air New Zealand.
Sedikit pilihan maskapai untuk penerbangan dari Wellington menuju Jakarta membuat saya memutuskan untuk berangkat dari Auckland.
Sampai di Auckland penerbangan dilanjutkan ke Gold Coast.
20 Latihan Soal Matematika Kelas 5 SD BAB 4 Kurikulum Merdeka & Kunci Jawaban, Keliling Bangun Datar
Download Modul Ajar Serta RPP Seni Rupa Kelas 1 dan 2 Kurikulum Merdeka Lengkap Link Download Materi
Pesawat yang saya tumpangi AirAsia X D7207.
Saya memilih maskapai ini untuk lebih mengirit pengerluaran.
Ongkos normalnya sekitar 500-700 $NZ.
Nah pada AirAsia saat itu 1,100, sementara maskapai lain 1,500 atau sekitar Rp 15 juta untuk sekali terbang.
Sampai di Gold Cost saya transit untuk menurunkan penumpang dan membawa penumpang dari Gold Coast untuk melanjutkan perjalanan ke Kuala Lumpur (KL).
Gold Coast itu negara bagian dari Queensland, Australia.
Penerbangan selanjutnya menuju ke Jakarta.
Saat pesawat lepas landas disinilah kemudian tragedi tersebut terjadi.
Saat take off dari Gold Cost saya sudah mendengarkan suara mesin yang sangat keras.
Lima menit di udara terdengar suara ledakan dari sayap kanan dan mengeluarkan percikan api.
Saat itu saya melihat penumpang (terutama perempuan) berteriak "Ya Tuhan., Ya, Tuhan".
Beberapa penumpang mencoba untuk berdiri namun dilarang oleh kru pesawat.
Saya melihat ada yang menunduk, membungkukkan badan.
Suasana begitu mencekam ditambah kondisi gelap karena lazimnya pesawat saat take off lampu dipadamkan.
Awak pesawat memperlihatkan ketenangannya hingga saya juga ikut tenang.
Saat itu saya terbayangkan wajah anak saya yang senang mengetahui saya akan menjemput mereka namun saya sempat kalut karena akan gagal bertemu karena pesawat saya jatuh.
Saya cuma berdoa semoga pesawat mampu bertahan.
Saya terus berdoa ada keajaiban.
Saya sempat berfikir pilot akan melakukan pendaratan di air karena dibawah tampak laut.
Saat pilot mengumumkan akan mendarat di Brisbane saya langsung optimis karena 10 menit saya pikir masih bisa untuk mengudara.
Kalau lebih dari 20 menit saya tidak tau apa yang terjadi.
Doa saya terjawab, pesawat akhirnya bisa landing di Brisbane.
Saat pesawat mendarat saya rasakan seperti tidak ada tenaga dan saat mendarat tidak terasa kecepatan pesawat.
Penumpang langsung aplaus (tepuk tangan) begitu pesawat berhasil mendarat.
Dan semua kemudian dinapkan semalam di beberapa hotel di Brisbane.
Saya percaya semua sudah diatur Yang Maha Kuasa.
Maskapai AirAsia melakukan pendaratan darurat diduga karena mesin pesawat menabrak burung.
Seperti yang dikutip dari berita Tribunnews.com, Selasa (4/7/2017) insiden ini terjadi tidak lama setelah pesawat lepas landas dari Gold Coast, Queensland menuju Kuala Lumpur, Malaysia sekitar pukul 10.20 malam waktu setempat.
Pesawat sempat terbang satu jam sebelum mendarat dengan selamat di Kota Brisbane.
Dua ekor burung ditemukan di landasan pacu seperti dijelaskan AirAsia dalam sebuah pernyataan.