"Saya sampai pada kesimpulan bahwa ini bukan jalan menuju surga, melainkan neraka. Alih-alih membebaskan rakyat Suriah, mereka justru menciptakan rezim lain," imbuhnya.
Butuh perjuangan keras bagi Sarfo untuk melarikan diri. Setelah mengalami pengejaran, ditembak, dan terpaksa sembunyi di lumpur selama sembilan jam demi menghindari penjaga ISIS di dekat perbatasan, ia berhasil selamat tiba di Turki sebelum akhirnya terbang kembali ke kampung halamannya di Bremen, Jerman. Di sana, 20 Juli 2016, polisi sudah menyambutnya.
Tak hanya pria yang tersedot propaganda ISIS. Seorang wanita yang identitasnya disamarkan pun sempat menjadi bagian dari ISIS, khususnya menjadi anggota Brigade Khansa, sebuah unit militer yang seluruh anggotanya adalah perempuan yang bertugas di kota Raqqa, Suriah. Tugas anggota Brigade Khansa adalah memastikan bahwa warga kota Raqqa menaati aturan berbusana dan memastikan perempuan menutupi wajah mereka.
Kepada CNN, perempuan yang dulunya seorang guru itu mengatakan bahwa awalnya ia merasa bahagia. Saya membawa senjata. Semuanya adalah pengalaman baru. Saya memiliki kuasa.
Saya tak berpikir saya menakuti orang lain. Namun, kemudian saya bertanya kepada diri sendiri, 'Di mana saya? Ke mana saya akan pergi?'. Saya merasa tengah ditarik menuju ke sebuah tempat yang buruk," kata perempuan itu.
Dalam wawancara itu, ia bercerita masa remajanya di Suriah dan kemudian terlibat sebagai aktivis antirezim Bashar al-Assad, masa-masa yang disebutnya sebagai masa "keemasan" sebelum kemudian berubah menjadi kekacauan.
Seorang pria yang dikenalnya di internet kemudian membujuknya untuk bergabung dengan ISIS berbekal janji bahwa kelompok itu bukan organisasi teroris dan mereka akan segera menikah.
"Dia mengatakan, 'Kami akan menjalankan Islam dengan benar. Saat ini kami sedang berperang, sebuah tahap di mana kita harus mengendalikan negara. Maka kita harus bersikap keras'," kata perempuan itu mengenang awal keterlibatannya dengan ISIS.
Pada saat banyak perempuan yang bergabung dengan ISIS, ia akhirnya memutuskan untuk keluar setelah banyak menyaksikan kebrutalan ISIS.
"Saya bukan orang seperti ini. Saya memiliki gelar sarjana pendidikan. Saya tak seharusnya seperti ini. Apa yang terjadi pada saya?" katanya.
Ia memutuskan untuk berbicara kepada CNN karena ingin orang lain, khususnya para perempuan, mengetahui ISIS yang sebenarnya. "Saya tak ingin orang lain tertipu oleh mereka. Banyak perempuan yang mengira ISIS menjalankan agama Islam dengan benar," tambahnya. (*)
Reporter : Agus Surono