TRIBUNNEWS.COM, BANGLADESH - Terlalu banyak menangani pengungsi Rohingya asal Myanmar dan kekurangan dana, badan-badan bantuan di Bangladesh kewalahan.
Namun konflik berdarah dan krisis kemanusiaan yang berlangsung hampir tiga pekan di negara bagian Rakhine tidak menunjukkan isyarat mereda.
Berikut laporan reporter VOA Katie Arnold saat mengunjungi kamp-kamp pengungsi di Cox's Bazar, Bangladesh Selatan.
Sebuah desa lain terbakar di Myanmar.
Lebih banyak pengungsi berdatangan ke Bangladesh.
Sekitar 400 ribu Muslim Rohingya kini mengungsi di negara bagian Chitagong.
Baca: Banyaknya Pengungsi Rohingya di Perbatasan Bangladesh Bisa Menimbulkan Masalah Baru
Dengan kamp-kamp yang kini penuh sesak dan dukungan yang tidak memadai dari badan-badan bantuan, kehidupan para pengungsi tersebut sangat menyengsarakan.
"Karena begitu banyak Rohingya yang berdatangan, tidak ada lagi tempat bagi kami di kamp-kamp itu. Kami tidak tahu ke mana lagi kami harus pergi sehingga terpaksa tidur di pinggir jalan. Benar-benar sengsara,” kata Noor Mohammed, salah seorang pengungsi.
Para pendatang baru itu merambah masuk ke hutan.
Mereka membakar semak-semak dan menebangi pohon-pohon hingga berhektar-hektar luasnya untuk membangun tempat-tempat penampungan dadakan yang kini banyak bertebaran di perbatasan bagian Selatan Bangladesh.
Isu mengenai adanya kamp baru biasanya menyebar cepat di kalangan para pengungsi itu, dan kerap mendorong mereka berlomba memperebutkan tempat yang terbatas itu.
Dengan hampir tidak adanya akses ke layanan pokok kemanusiaan, kondisi di kamp-kamp sementara ini memprihatinkan.
Setelah berhari-hari berjalan menembus hutan Myanmar, banyak di antara mereka sangat membutuhkan bantuan untuk bertahan hidup.