TRIBUNNEWS.COM - Seorang gadis berusia 13 tahun harus menelan pil pahit saat harus tetap membayar tagihan rumah sakit yang seharusnya gratis meski dirinya telah menjadi korban pemerkosaan.
Dilansir Tribunnews.com dari World of Buzz pada Selasa (24/4/2018), seorang penyidik polisi membawa korban ke rumah sakit pemerintah setelah ia mengajukan laporan polisi yang mendokumentasikan cobaan beratnya yang terjadi pada awal Januari 2018.
Setelah pemeriksaan medis, dia dibawa ke bangsal untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Korban tidak diizinkan meninggalkan rumah sakit karena mereka juga perlu melakukan penilaian psikologis untuk menyelesaikan laporan medisnya.
BACA: Amerika Serikat Tak Berani Serang Indonesia karena 6 Alasan Ini
Beberapa hari kemudian, dia dipulangkan dan manajemen rumah sakit menyuruhnya untuk menunjukkan kepada mereka laporan polisi yang ia ajukan sehingga dia dapat dibebaskan dari membayar tagihan rumah sakit.
"Saya sudah menyerahkan dua laporan kepolisian ke rumah sakit. Namun, setelah tiga bulan, saya menerima tagihan dari rumah sakit," ungkapnya.
"Saya terkejut bahwa tagihan itu dibebankan kepada saya, bukan pengasuh saya, karena saya masih di bawah perwalian mereka dan usia saya di bawah 18 tahun,"
Apapun itu, sekarang dia harus membayar tagihan sebesar 430 Ringgit Malaysia atau sekitar Rp 1,5 juta untuk pemeriksaan medis selama tiga hari di rumah sakit yang seharusnya gratis.
Korban lebih lanjut menjelaskan bahwa dia dianggap bukan warga negara karena dia masih belum memiliki kartu identitas meskipun ayahnya adalah warga negara Malaysia.
"Kesalahan dibuat ketika ayah saya mendaftarkan kelahiran saya yang menyebabkan saya memiliki status bukan warga negara. Namun, dua adik saya adalah warga negara, sementara saya telah menunggu dua tahun agar status kewarganegaraan saya diberikan," ungkapnya.
"Saya lahir di Sabah, apakah saya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan layanan medis gratis?"
Sebelumnya, diketahui korban dilecehkan oleh ayahnya dan bahkan diperkosa oleh sepupu-sepupunya sejak ia berusia lima tahun.
Kemudian, pada bulan Oktober 2017, ibunya membawa dia dan dua saudara kandungnya ke Semenanjung, Malaysia, karena beberapa pihak di Sabah diduga tidak dapat menemukan solusi atas kasus korban.