TRIBUNNEWS.COM - Aktivis pro-Palestina telah memicu badai di media sosial setelah mengklaim wanita kelahiran Amerika, Rebecca sebagai penembak mati Razan Najjar pada Jumat (1/6/2018).
Dilansir Tribunnews.com dari The Times of Israel pada Selasa (5/6/2018), namun ia mengaku bahwa ia bukan penembak jitu dan sudah 2,5 tahun tak lagi berdinas di militer.
Klaim tersebut menyebar di situs media sosial di seluruh dunia pada Jumat malam, menuduh seorang tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang sudah bebas tugas, Rebecca, menjadi penembak jitu yang menembak mati perawat Palestina selama bentrokan di sepanjang Gaza pada hari sebelumnya.
BACA: Sebelum Tewas Ditembak, Razan al-Najjar: Aku Malu Jika Tak di Garis Depan Bangsaku
Di tengah meluasnya kemarahan Palestina dan dunia internasional atas kematian Razan Najjar (21), tuduhan tak berdasar tentang Rebecca menyebar cepat di media sosial.
Hal ini mendorong ancaman yang mengarah kepada dirinya, teman-teman dan juga keluarganya.
Militer Israel mengatakan telah meluncurkan penyelidikan atas kematian Najjar dan mengatakan bahwa pada saat ia ditembak telah berlangsung beberapa kekerasan.
Seperti ribuan perusuh di lima lokasi di sepanjang perbatasan, pembakaran ban yang berdekatan dengan pagar keamanan da juga mencoba merusak infrastruktur keamanan.
Tuduhan terhadap veteran IDF ini berasa dari seorang wanita dari Chicago yang mengunggah foto Rebecca dan menjadi viral media sosial.
Diketahui, wanita tersebut mengunggah foto Rebecca yang sebelumnya sudah pernah diunggah di halaman resmi IDF empat tahun yang lalu pada Mei 2014.
Beberapa jam kemudian, halaman Facebook 'Freedom for Gaza', dengan jumlah pengikut lebih dari 100 ribu, mengunggah foto yang sama dan mengklaim bahwa ia adalah pembunuh seorang perawat Palestina berusia 21 tahun di Gaza.
Pada Minggu malam (3/6/2018), unggahan itu juga menjadi viral dan hampir dibagikan lebih dari 15 ribu kali.
Unggahan serupa pun kemudian mengalir di halam Facebook para pro-Palestina dan juga di Twitter.
Membagikan foto Rebecca hingga puluhan ribu kali di seluruh dunia.
Dalam dua hari, klaim terhadap Rebecca pun diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Spanyol, Turki, Perancis, Melayu dan Indonesia.
Tuduhan terhadap Rebecca itu benar-benar tidak mendasar.
Seperti yang sudah disebutkan, Rebecca sudah dibebas tugaskan dari tentara sekitar 2,5 tahun yang lalu, dan ia tidak pernah menjadi penembak jitu saat bertugas di IDF.
Rebecca yang berusia 24 tahun, saat ini bekerja di Israel untuk mengisi waktu jedanya.
Bulan depan, dia akan mulai mengajar Bahasa Inggris ke pengungsi.
Dia menyadari bahwa dirinya dituduh sebagai penembak Najjar pada Sabtu malam (2/6/2018) ketika ia menyalakan ponselnya setelah Shabbat terakhir.
"Saya membuka ponsel saya setelah Shabbat dan ada ratusan pesan dari orang-orang di Facebook. Semua teman saya mengirim pesan ke WhatsApp karena mereka mendapatkan pesan kebencian sepanjang akhir pekan," kata Rebecca.
Bahkan akun Instagram-nya juga dibombardir dengan komentar-koemntar mengerikan yang memaksanya mematikan fitur kolom komentar tersebut.
"Itu terus berlanjut," kata Rebecca.
Ia kemudian pergi ke polisi dan memberitahu tentang ancaman yang ia dapat dan melihat apakah polisi bisa membantu agar unggahan-unggahan di media sosial tentang dirinya bisa dihapus.
Rebecca awalnya kewalahan dan bingung mendapatkan teror secara online dan kemudian ketakutan oleh pesan-pesan yang mengancam.
Tapi sekarang, dia mengaku kecewa bahwa puluhan ribu orang di seluruh dunia begitu bersemangat untuk memercayai sesuatu yang bohong dan menaruh banyak kebencian di luar sana.
"Saya tidak politis, tetapi saya melakukan apa yang dapat saya lakukan untuk mengetahui 'narasi' dan propaganda seperti ini hanya menghambat setiap peluang untuk perdamaian,"
"Saya sedih bahwa teman-teman dan keluarga saya telah terancam dan bahwa di dunia media sosial tidak ada cara untuk melindungi diri Anda dari menjadi korban ancaman dan kebohongan," kata Rebecca.
"Saya tidak pernah tahu betapa buruknya itu," tambahnya.
Pada awalnya, Rebecca menutup akun Facebook-nya setelah menerima ratusan pesan mengancam.
Dia mengembalikannya setelah dia dihubungi oleh petugas dari Unit Juru Bicara IDF.
"(Petugas) mengatakan kepada saya bahwa tidak ada risiko untuk keselamatan saya," kata Rebecca.
Juru bicara IDF pun mendorong Rebecca untuk membuat video sebagai tanggapan atas klaim tersebut yang kemudian diunggah oleh kelompok advokasi pro-Israel, StandWithU.
Dalam video tersebut, Rebecca mengatakan bahwa Freedom for Gaza telah mengakibatkan ratusan pesan kebencian dan ancaman pembunuhan terhadap hidupnya dan teman-temannya.
Dia juga mengatakan bahwa halaman Facebook pendukung kelompok-kelompok teror Palestina dan harus mendorong protes terhadap Hamas, jika para administrator khawatir tentang nasib warga Gaza.
“Mereka mengatakan kepada saya apa yang harus saya katakan di video. Saya sedikit ketakutan. Saya baru saja mengatakannya. Mereka mengatakan kepada saya bahwa itu akan membantu menghentikan ini, ”kata Rebecca.
Menyadari klaim yang dibuat salah, akun Facebook Freedom for Gaza pun langsung memberikan klarifikasi mereka dan mengedit unggahannya.
Freedom for Gaza menjaga unggahan aslinya tetap utuh tetapi menambahkan pemberitahuan di bagian atas bahwa mereka sadar klaim yang menyebar itu salah.
Kini Rebecca sedang menunggu seluruh masalah berakhir.
"Saya menunggu kabar dari polisi, tetapi selain itu, saya hanya menunggu untuk menyelesaikannya," katanya.
"Tidak banyak yang bisa saya lakukan selain itu."
VIRAL: Sederet Fakta Menyayat Hati Razan Al Najjar, Ratapan Sang Ibunda hingga Ucapan Terakhir
Simak video pengakuan Rebecca di bawah ini!
(Tribunnews.com/Natalia Bulan Retno Palupi)