Namun saya malah muntah tak henti-hentinya dan koma satu bulan," kenang Nabatanzi.
Di usia 23 tahun, Nabatanzi telah melahirkan 25 anak. Dia kembali ke rumah sakit dan meminta agar tak lagi punya anak.
Namun oleh rumah sakit, dia diberi tahu tak ada yang bisa dilakukan karena sel telur Nabatanzi masih sangat tinggi.
Dokter Charles Kiggundu dari Rumah Sakit Mulago Kampala berkata, dia meyakini kesuburan Nabatanzi yang begitu ekstrem merupakan faktor genetik.
"Kasusnya adalah hiper-ovulasi (melepaskan beberapa telur dalam satu siklus) sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak kembar," terang Kiggundu.
Meski begitu, Kiggundu menyatakan ada prosedur yang bisa menghentikan kehamilan. Hanya saja hal itu tak diketahui mereka.
Akhirnya di Desember 2016, dia berhenti melahirkan anak setelah dokter "memotong rahimnya" dari dalam dalam proses operasi.
Nabatanzi melanjutkan, dia membesarkan anak-anaknya seorang diri. Suaminya disebut hanya mengunjungi satu kali dalam setahun.
Charles, putra tertua Nabatanzi menuturkan, jika pulang ayahnya selalu dalam keadaan mabuk dan bersikap sangat kasar.
Dia mengaku tabah menjalani nasibnya setelah bibinya memberi nasihat agar dia tetap mempertahankan pernikahannya dan fokus ke anak-anaknya.
Karena itu, dia bekerja apa saja agar bisa memberi makan keluarganya. Selain menjual obat herbal, dia juga bekerja sebagai penata rambut saat pernikahan.
"Saya masih bisa membeli 10 kg tepung setiap hari maupun tiga batang sabun. Tuhan begitu baik dengan tetap menyediakan rezeki bagi saya," katanya.