TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menghadiri Pertemuan menteri pertahanan se-ASEAN atau ASEAN Defense Ministers Meeting (ADMM) dan ADMM Plus Tahun 2018, di, Singapura, Jumat (19/10/2018).
Dalam pertemuan itu, akan membahas tentang perkembangan hubungan bilateral dan multilateral dari masing-masing negara, isu-isu regional, kontra terorisme, penanggulangan bencana, Laut China Selatan dan lainnya.
Menhan mengatakan, titik berat peningkatan kerja sama pertahanan antar Negara dan antar kawasan saat ini adalah suatu bentuk dan mekanisme kerjasama penanganan dua ancaman nyata yang aktual dan realistik yaitu ancaman terorisme dan bencana alam.
“Tidak mengenal batas negara, tidak mengenal agama, tidak mengenal waktu serta tidak memilih korbannya,” ujar Menhan Ryamizard Ryacudu dalam keterangannya.
Menurutnya, ancaman teroris yang dihadapi saat ini adalah ancaman teroris generasi ketiga yaitu kembalinya para militan asing dari Timur tengah disamping itu kelompok ini juga mengalami evolusi dari yang bersifat ter-sentralisasi menjadi ter-desentralisasi.
“Berdasarkan data Intelijen ada sekitar 31.500 pejuang ISIS asing yang bergabung di Suriah dan Irak. dari jumlah tersebut 800 berasal dari Asia Tenggara serta 700 dari Indonesia. Pola operasi dan taktik kelompok teroris ini akan terus berevolusi dan mengalami perubahan agar tidak mudah di deteksi oleh aparat keamanan,” ungkapnya.
Kelompok ISIS ini kata Menhan menggunakan modus baru serangan terorisme yang dilakukan oleh satu keluarga utuh dan terjadi dibeberapa tempat di Surabaya serta beberapa aksi teroris di beberapa wilayah di Indonesia. Konsep dan Ideologi sesat seperti inilah yang harus kita perangi bersama.
“Kita tidak dapat memberikan celah sedikit kepada kelompok teroris dan radikal untuk berkembang dan mengambil Inisiatif serangan terlebih dahulu di seluruh kawasan di dunia,” ujarnya.
Oleh karenanya kata Menhan, pertemuan ini menjadi sangat penting ditengah upaya bersama untuk mencari format dan platform kerjasama kolektif yang efektif baik yang bersifat strategis maupun operasional.
Penangangan ancaman terorisme ini harus dilakukan secara integral dan komprehensif yang meliputi aspek fisik dan aspek non fisik.
“Karena seperti yang sering saya kemukakan bahwa penanganan masalah teroris dengan hard power hanya berkontribusi 1 -2 persen sisanya yang 98 persen adalah dengan pendekatan soft power. Implementasi konkrit dan komprehensif bentuk kerjasama tersebut diantaranya adalah kerjasama antar lembaga pertahanan keamanan; pertukaran informasi dan intelije serta kolaborasi kapabilitas militer antar Negara pada level strategis; operasional dan taktis,” bebernya.
Indonesia kata Menhan juga telah mengambil langkah untuk menjaga “Mindset’ dan Jiwa Bangsa” melalui Pemantapan “Ideologi Pancasila” sebagai satu-satunya “Ideologi Negara yang final” yang dikemas dengan Kosep Penanaman Kesadaran Bela Negara .
Tujuan Bela Negara ini juga adalah penanaman nilai-nilai cinta Tanah Air; siap Berkorban untuk bangsa dan negara serta berbuat baik dan taat hukum serta menjauhi paham-paham radikal.
Saat ini sambung dia sudah terbentuk 85 Juta kader Bela Negara dimana pada akhir tahun masa Pemerintahan Presiden Jokowi ditargetkan untuk mencapai 100 Juta Kader dari 260 juta Penduduk Indonesia.
“Sebagai Menteri Pertahanan, saya telah mengeluarkan kebijakan untuk menanamkan dan menguatkan konsep Kesadaran Bela negara sejak usia dini hingga ke Perguruan Tinggi. Sehingga anak-anak dan generasi muda yang belum terpengaruh akan semakin dikuatkan agar tidak mudah di pengaruhi oleh ideologi radikal,” ujarnya.