TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Tujuh jenazah ditemukan kepolisian Jepang di sebuah daerah wisata pegunungan ternama, Selasa (27/11/2018).
Dari tujuh jenazah, lima di antaranya diyakini merupakan anggota satu keluarga.
Enam jenazah ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di sebuah rumah pertanian di desa Takachiho, prefektur Miyazaki.
Baca: Seekor Sapi di Hong Kong Ditemukan Mati dengan Perut Berisi Sampah Plastik Sebanyak Dua Tong
Sementara, jenazah ketujuh ditemukan polisi di dekat sebuah jembatan tak jauh dari rumah pertanian itu.
Menurut kantor berita Kyodo, polisi langsung menggelar investigasi karena kuat dugaan ketujuh orang itu merupakan korban pembunuhan.
Kyodo mengabarkan, pemilik rumah pertanian itu Yasuo Iihoshi (72), istrinya Mihoko (66), cucu perempuan mereka yang berusia tujuh tahun, serta pria bernama Fumiaki Matsuoka (44) ada di antara korban tewas.
Baca: Polisi India Disarankan Tidak Ambil Jenazah Pria Amerika Serikat di Pulau Suku Sentinel
Sedangkan jenazah ketujuh, yang kemungkinan melompat atau jatuh dari jembatan ke sungai di bawahnya, kemungkinan adalah putra Iihoshi.
Harian Asahi Shimbun menyebut jenazah ketujuh itu bernama Masahiro Iihoshi (42).
Dia membawa mobil keluarganya ke jembatan yang jaraknya tak sampai 4 kilometer dari rumah itu.
Harian Asahi Shimbun mengutip sumber lokal mengatakan, Matsuoka datang berkunjung ke kediaman Iihoshi untuk membantu menyelesaikan masalah rumah tangga yang melibatkan Masahiro.
Kematian ketujuh orang ini diketahui polisi setelah seorang kerabat korban melapor setelah teleponnya tak kunjung dijawab keluarga Iihoshi.
Baca: Seekor Gajah Liar di China Menerobos Masuk ke Dalam Hotel Karena Kelaparan
Polisi yang menerima laporan langsung mendatangi kediaman Iihoshi dan menemukan kejadian yang mengerikan itu.
Polisi mengatakan, luka tusukan pisau ditemukan di tubuh beberapa korban.
Menurut harian The Guardian, satu jenazah yaitu seorang perempuan ditemukan di luar rumah sedangkan lima lainnya berada di dalam.
Desa Takachina memiliki 12.000 penduduk dan kabar dugaan pembunuhan ini langsung menggegerkan warga desa.
Polisi kemudian meminta warga desa untuk lebih waspada dan menjemput anak mereka saat pulang sekolah.
Desa ini berada tak jauh dari lembah Takachiho yang merupakan tempat wisata populer karena keindahan lembah, sawah di pegunungan, serta budaya agama Shinto yang masih amat kuat.
Menurut harian The Guardian kasus pembunuhan massal seperti ini jarang terjadi di Jepang, yang merupakan salah satu negara paling aman di dunia.
Dengan aturan kepemilikan senjata api yang amat ketat menyebabkankasus penembakan jarang terjadi.
Namun, beberapa kali terjadi kasus pembunuhan massal yang melibatkan pelaku dengan menggunakan pisau.
Salah satuya terjadi pada Juli 2016, ketika Satoshi Uematsu (26) menyerang penghuni sebuah pusat penampungan warga disabilitas di Sagamihara, wilayah selatan Tokyo.
Uematsu, yang adalah mantan karyawan panti, menewaskan 19 orang dan melukai 27 orang lainnya. Motif aksinya adalah Uematsu ingin memusnahkan orang-orang yang mengalami disabilitas.
Pada 2008, tujuh orang tewas setelah sebuah truk menabrak kerumunan orang di pusat kota Tokyo.
Setelah menabrak warga, pengemudi truk lalu menyerang para pejalan kaki dengan menggunakan pisau.
Satu kasus lagi terjadi pada 2001 ketika seorang pria dengan sejarah kelainan jiwa menyerang sebuah SD di Osaka dan menikam delapan anak-anak hingga tewas. Korban dalam insiden di Osaka ini semuanya berusia antara enam hingga delapan tahun.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul