Kekhawatiran tersebut ia sampaikan untuk menanggapi serangan para kritikus yang mempertanyakan kesiapannya menghadapi KTT pada 16 Juli 2018 lalu.
Saat itu Donald Trump dianggap gentar lantaran Vladimir Putin memiliki rekam jejak sebagai pejabat intelijen yang sukses dan berada di peringkat teratas.
"Kau tahu apa? Putin baik-baik saja, dia baik-baik saja, kami baik-baik saja, dan saya benar-benar siap karena saya sudah mempersiapkan semua ini," kata Donald Trump di Gedung Putih.
Lalu pada 31 Mei 2018, terkait Korea Utara, rencana KTT Trump dan Kim berlanjut.
Mantan Kepala Mata-mata Korut Kim Yong Chol tiba di AS dan menemui Menlu AS Mike Pompeo.
Padahal sebelumnya Donald Trump kembali berulah dengan membatalkan rencana pertemuan bersejarah itu melalui sebuah surat.
Donald Trump menyatakan pemicu permusuhan secara terbuka telah dilakukan oleh pihak Kim sendiri.
Namun sehari kemudian, Donald Trump meralat ucapannya dan mengatakan pertemuan itu mungkin akan tetap berlanjut.
Hal itu dibuktikan dalam cuitannya di Twitter bahwa perjalanan utusan Kim ke AS merupakan respons yang solid untuk menanggapi suratnya itu.
Rencana berlanjut pada 12 Juni 2018 yang menjadi momen bersejarah bagi Donald Trump dan Kim Jong Un.
Kedua pemimpin negara itu bertemu, setelah sebelumnya Kim telah bertemu dengan Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae In di Perbatasan Desa Panmunjeom untuk membahas Semenanjung Korea.
Donald Trump berjabat tangan dengan Kim di Singapura, tempat KTT tersebut di gelar.
Suatu tampilan diplomasi yang luar biasa dan mencerminkan pertaruhan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi kedua pemimpin yang secara tak terduga telah menandai sejarah bagi AS dan Korut.
Lalu Juli 2018, Donald Trump pun 'panen' kontroversi, yang dimulai dari permasalahan yang dialami pejabat terdekatnya, Kepala Badan Perlindungan Lingkungan AS Scott Pruitt yang mundur dari jabatannya.