Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, ATHENA - Sekitar 60.000 orang turun ke jalan-jalan di ibu kota Yunani, Athena pada hari Minggu (20/1/2019) waktu setempat.
Mereka memprotes keputusan parlemen Makedonia yang meratifikasi amandemen konstitusi 'kontroversial' untuk mengganti nama bekas Republik Yugoslavia.
Namun aksi protes itu berujung bentrokan saat seorang stringer yang bekerja untuk Sputnik News Rusia, Kostis Dadamis mendapatkan cedera pada kepalanya.
Dadamis pun langsung dilarikan ke rumah sakit lantaran banyak mengeluarkan darah.
Ia mengalami insiden itu saat meliput aksi protes yang menentang perjanjian Prespa, yakni sebuah perjanjian yang disepakati pada Juni 2018 antara Yunani dan bekas Republik Makedonia Yugoslavia untuk mengganti nama negara itu sebagai 'Republik Makedonia Utara'.
Baca: Lagu Kemarin Seventeen 14,3 Juta Kali Ditonton, Ifan Seventeen: Sedih Aja Bawaannya
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (21/1/2019), Dadamis mengalami pukulan pada bagian kepala dan peralatan kameranya juga dicuri, seperti yang dilaporkan agensi Sputnik di Yunani.
Identitas siapa penyerangnya hingga kini masih belum diketahui.
Sementara itu, media setempat telah menerbitkan foto-foto yang memperlihatkan luka yang dialami Dadamis saat berada di lokasi kejadian.
Dadamis kini berada di rumah sakit dan tengah melakukan rontgen pada bagian kepala untuk mengetahui tingkat keseriusan cedera yang dialaminya.
Baca: Putuskan Ikut Kajian Islami, Ucapan Raffi Ahmad Buat Arie Untung Terkejut: Takut Juga sama Istidraj
Ia telah memberitahukan kepada kolega dan keluarganya terkait kondisinya saat ini.
Setidaknya satu jurnalis foto lainnya juga dilaporkan mengalami hal serupa.
Aksi protes tersebut berubah menjadi kekerasan, saat para demonstran bentrok dengan polisi anti huru hara di dekat parlemen Yunani.
Polisi anti huru hara yang dilengkapi dengan perisai dan tongkat, mengeluarkan tembakan gas air mata ke kerumunan massa saat puluhan demonstran mengubah aksi mereka dengan melemparkan batu, bom api, cat dan benda-benda lainnya ke arah polisi dan gedung parlemen.
Perjanjian Prespa merupakan perjanjian yang akan memungkinkan Makedonia untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO, saat Yunani menghapus hak vetonya sebagai anggota dalam organisasi itu.
Perjanjian tersebut telah mendapatkan kritikan tidak hanya di Yunani, namun juga di Makedonia.
Beberapa warga Yunani meyakini bahwa nama 'Makedonia' harus diberikan khusus kepada mereka yang tinggal di wilayah Yunani Makedonia.
Hal itu merujuk pada penggunaan kata yang akan kembali ke periode Yunani Kuno.
Sementara itu beberapa warga di Skopje, ibu kota Makedonia, melihat perubahan nama tersebut sebagai pukulan terhadap identitas nasional negara tersebut.
Yunani dan Makedonia selama ini memang telah terlibat dalam perselisihan 'penamaan' sejak runtuhnya Yugoslavia.
Tahun lalu, Makedonia mengadakan referendum tentang masalah ini.
Komisi pemilihan negara melaporkan bahwa 91,46 persen pemilih telah menentukan pilihan untuk mengganti nama negara itu.
Sementara sisa suara, yakni sebanyak 5,65 persen lainnya menentang.
Namun sebagian besar penentang perubahan nama yang memboikot referendum, hanya memiliki pemilih sebanyak 36,91 persen.
Itu berarti mereka gagal mengamankan 50 persen jumlah suara yang diperlukan untuk dianggap sah dalam membatalkan penggantian nama.
Pekan lalu, Kementerian Luar Negeri Yunani secara tegas meminta Rusia menahan diri untuk tidak membuat pernyataan yang mencampuri urusan dalam negeri Yunani.
Hal itu dilakukan setelah Kementerian Luar Negeri Rusia menyebut kesepakatan penggantian nama sebagai proses 'buatan' yang dipaksakan dari luar untuk memaksa Makedonia bergabung dengan blok NATO.
Menurut Rusia, perubahan nama itu melanggar hukum negara itu sendiri dan mengabaikan kehendak Presiden Makedonia serta mayoritas penduduknya.