Sabtu (2/2/2019), Juan Guaido mengerahkan ribuan pendukungnya, membanjiri kota Caracas guna menuntut mundurnya pemerintahan Maduro.
Sebaliknya, para pendukung Maduro, juga menggelar aksi yang sama. Jumlah mereka seimbang.
Militer Venezuela sejauh ini masih menyatakan setia pada Maduro.
Penegasan posisi militer itu disampaikan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Venezuela, Jenderal Vladimir Pedrino.
Meski demikian, Atase Militer Venezuela di AS membangkang dan menyatakan mendukung Juan Guaido, Demikian pula Dubes Venezuela di Irak juga membelot ke kelompok oposisi.
Seorang jenderal Angkatan Udara juga menyatakan pro-oposisi.
Ahli hukum internasional asal AS yang pernah jadi utusan khusus Dewan HAM PBB untuk Venezuela, Alfred de Zayas, menilai, negara itu kini jadi front perang dagang dan politik antara AS dan China.
“Venezuela mungkin masuk dalam palagan perang antara AS-China,” kata De Zayas dikutip Sputniknews.
Hal itu menurutnya bisa dirunut dari sejumlah peristiwa yang membuat Washington akhirnya membekukan asset perusahaan migas Venezuela.
Ini ada kaitan kuat dengan bisnis minyak yang dijalankan Caracas dengan Beijing.
Menkeu AS dalam pernyataan 28 Januari 2019, menyatakan memblokade asset PDVSA -perusahaan migas Venezuela- senilai 7 miliar dolar AS.
Beijing langsung merespon keputusan ini.
“Kami menentang setiap sanksi sepihak,” kata jubir Kemenlu China.
Pada Desember 2018, Reuters melaporkan, anak usaha PDVSA, Venezuelan Petroleum Corporation (CVP) dan China National Petroleum Corporation (CNPC) meneken kerjasama bisnis signifikan.