Orang-orang pada keluar, saya ikut lari. Kami ke luar, lari ke parkiran mobil di belakang, luas. Semua orang panik, kemudian memanjat pagar.
Di situ ada teman saya yang sekolah penerbangan, 'ke sini, ke sini'.
Ditolong saya memanjat pagar. Lalu kami sembunyi di rumah penduduk yang pagarnya menempel dengan pagar masjid.
Ada sekitar 15 orang, kami melihat dua orang korban. Satu luka tembak di bahu kanan. Wah itu parah.
Saya sempat khawatir, bagaimana bila beliau meninggal?
Dia sudah mengucap syahadat dan seterusnya.
Tapi ada orang lain yang menolong, menghentikan pendarahan.
Baca: Penembakan Brutal Jemaah Salat Jumat di Selandia Baru, PBNU Kecam Pernyataan Senator Fraser Anning
Terus ada satu korban, remaja berusia 15 tahun. Kakinya bercucuran darah. Termasuk saya, ada tiga warga Indonesia di rumah warga tersebut.
Kami menghubungi paramedis yang datang menjemput dua korban tadi.
Kami enggak berani lihat ke luar karena kami takut terkena peluru nyasar atau kalau pelakunya mengejar sampai ke parkiran belakang.
Kami hanya mendengar polisi menyisir, di parkiran belakang.
Mereka melihat kami kemudian berteriak 'Get into the house!'
Saya menghubungi supervisor dan KBRI. Di dalam rumah kami saling menguatkan.
Sekitar lima jam kami ada di rumah warga tersebut. Dia pria pensiunan dokter mata berusia 60-an tahun.