TRIBUNNEWS.COM, SELANDIA BARU - Brenton Tarrant, warga Australia berusia 28 tahun, telah didakwa dengan satu pembunuhan dan diperkirakan bakal menghadapi dakwaan lanjutan.
Sebuah sumber mengatakan kepada situs berita Stuff bahwa sang terdakwa mengklaim dirinya tidak diperkenankan menerima tamu dan berbicara melalui telepon.
Pria itu kini mendekam di sel isolasi Penjara Paremoremo yang terletak di Auckland dan dianggap sebagai bui paling keras di Selandia Baru.
Apa protes terdakwa?
Sang terdakwa dikirim ke Penjara Paremoremo begitu sesi sidang pertamanya rampung di Christchurch pada 16 Maret, sehari setelah serangan.
Stuff menyebutkan sang terdakwa mengajukan protes kepada Departemen Pemasyarakatan bahwa dirinya tidak mendapat hak-hak mendasar, terutama panggilan ponsel dan bertemu pengunjung.
Baca: Sang Ibu Bunuh 3 Pria yang Perkosa Putrinya
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemasyarakatan, seorang tahanan berhak menerima satu tamu per pekan selama sedikitnya 30 menit.
Tahanan juga berhak berbicara melalui ponsel paling tidak satu kali per pekan.
Selain itu, tahanan berhak mendapat makan dan minum yang cukup, tempat tidur, layanan kesehatan, dan olah raga.
Bagaimana tanggapan aparat?
Sumber Departemen Pemasyarakatan mengatakan kepada Stuff: "Dia diawasi secara konstan dan diisolasi. Dia tidak menerima hak mendasar yang biasanya diberikan. Jadi tidak ada pembicaraan ponsel dan tidak ada pengunjung."
Menurut laman Departemen Pemasyaratan, "tahanan punya hak diperlakukan manusiawi, dengan hormat, dan bermartabat selama di penjara".
Akan tetapi, departemen yang bersangkutan dapat menerapkan pembatasan hak dalam situasi tertentu.Disebutkan, hak bisa dibatasi jika tahanan dipisahkan "atas tujuan keamanan, ketertiban, keselamatan, atau demi tujuan melindungi tahanan".
Hal ini juga bisa diterima jika keamanan penjara, atau keamanan orang lain, terancam.
Apa yang diterapkan terhadap sang terdakwa?
Juru bicara Departemen Pemasyarakatan mengonfirmasi kepada media Selandia Baru bahwa sang tahanan tidak punya akses kepada media atau pengunjung.
Dia menambahkan, sang terdakwa diperlakukan sesuai dengan Undang-Undang Pemasyarakatan dan "demi alasan keamanan operasional, informasi tambahan tidak akan diberikan".
Stuff menyebut sang tahanan diyakini ditempatkan di sebuah sel dengan pintu yang terhubung dengan lapangan berlantai beton yang bisa digunakan selama satu jam per hari. Dia disebut "patuh".
Sang terdakwa dijadwalkan masih akan disidang di Christchurch melalui sambungan video.
Sejauh ini dia didakwa dengan tuduhan membunuh, namun dakwaan lain diperkirakan akan bertambah.
Sebanyak 50 orang dibunuh dalam serangan ke dua masjid pada 15 Maret lalu. Sebagian dari serangan itu diunggah secara langsung memanfaatkan media sosial Facebook
Pengadilan memutuskan wajah sang terdakwa harus dikaburkan dalam foto-foto di persidangan. Diperkirakan dia akan mewakili dirinya dalam sidang.
Bagaimana rakyat Selandia Baru memulihkan diri?
Rakyat Selandia Baru masih berupaya pulih setelah aksi penyerangan berlangsung. Lebih dari 20.000 orang menghadiri acara berkabung di Hagley Park, Kota Christchurch, yang dihadiri Perdana Menteri Jacinda Ardern.
Pada acara itu, sejumlah orang menyampaikan pesan penolakan terhadap ekstremisme dan merangkul kemanusiaan.
Ardern berkata: "Kami tidak kebal terhadap virus-virus kebencian, ketakutan…Kami tidak pernah kebal, namun kami bisa menjadi bangsa yang menemukan obatnya."
Farid Ahmed, penyintas serangan namun kehilangan istrinya dalam aksi penembakan di masjid, menyerukan perdamaian seraya berkata dirinya telah memaafkan pelaku.
Cat Stevens, yang menyandang nama Muslim, Yusuf Islam, menyanyikan lagu-lagunya yang berjudul Peace Train dan Don't Be Shy.
Segenap nama 50 korban meninggal dunia dibacakan dalam acara itu, yang mencakup pria, perempuan, dan anak-anak. Korban termuda baru berusia tiga tahun.