TRIBUNNEWS.COM, SRILANKA - Jumlah korban tewas akibat rangkaian ledakan di sejumlah gereja dan hotel di Sri Lanka pada Hari Paskah, Minggu (21/4), telah mencapai 290 orang.
Kepolisian mengatakan telah menangkap 24 orang, namun pemerintah Sri Lanka belum menyebut pihak tertentu sebagai dalang serangan.
Selain korban tewas, sekitar 500 orang mengalami cedera.
Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, mengatakan aparat keamanan telah "mengetahui informasi" adanya kemungkinan rangkaian serangan.
Perkataan tersebut dikemukakan dalam jumpa pers Minggu (21/04), menanggapi rumor bahwa aparat memiliki informasi intelijen mengenai rencana serangan.
"Kita harus mencari tahu mengapa langkah-langkah pencegahan tidak ditempuh. Baik saya maupun para menteri tidak diinformasikan," ujarnya.
"Saat ini prioritasnya adalah menahan para penyerang," tambahnya.
Baca: Ledakan Bom Saat Hari Raya Paskah Di Srilanka Tewaskan 207 Orang, Puluhan Diantaranya WNA
Kabar bahwa aparat punya informasi bahwa terdapat potensi serangan dikuatkan Menteri Telekomunikasi Harin Fernando.
Dia mengunggah beberapa foto yang tampak seperti surat berisi laporan intelijen bertanggal 11 April, atau 10 hari sebelum kejadian.
Sejauh ini belum diketahui pihak mana yang berada di balik serangan, namun kepolisian Sri Lanka telah menahan 13 orang.
Pemerintah meyakini serangan bom bunuh diri digunakan dalam serangan ke sejumlah gereja dan hotel.
Pada Minggu (21/4), Angkatan Udara menyebut bom rakitan telah ditemukan di dekat bandara Kolombo.
"Pipa PVC sepanjang 1,8 meter berisi peledak telah ditemukan," sebut juru bicara AU Sri Lanka, Gihan Seneviratne, kepada media setempat.
Pemerintah Sri Lanka menerapkan jam malam di seluruh negeri hingga waktu yang tidak ditentukan menyusul serangan terkoordinasi di sejumlah gereja dan hotel pada Minggu (21/04).
Hingga kini sedikitnya 207 orang meninggal dunia dan 450 lainnya mengalami luka dalam serangan bertepatan dengan perayaan Paskah itu.
Menteri Pertahanan Ruwan Wijewardane mengatakan larangan keluar pada malam hari diberlakukan "hingga pemberitahuan lebih lanjut".
"Kami akan menempuh segala tindakan yang diperlukan untuk melawan kelompok ekstrem yang beroperasi di negara kami," tegasnya.
Baca: H+1 Pengeboman di Sri Lanka, Korban Tewas dan Terduga Pelaku Bertambah, Jam Malam Dicabut
Selain memberlakukan jam malam, pihak berwenang juga memblokir sementara akses ke media sosial sebagai langkah mencegah berbagai spekulasi atau informasi menyesatkan terkait serangan tersebut.
'Tidak ada informasi WNI yang menjadi korban'
Di antara 207 orang yang meninggal terdapat 27 warga negara asing. Menteri Luar Negeri Belanda Stef Blok mengatakan seorang warga negaranya meninggal dunia. Adapun kantor berita Turki Anadolu melaporkan dua warga negara Turki juga turut menjadi korban meninggal dunia.
Sementara itu Kementerian Luar Negeri Indonesia dalam pernyataannya pada Minggu (21/04) mengatakan, "Hingga saat ini tidak ada informasi mengenai WNI yang menjadi korban dalam insiden tersebut."
Menurut Kemenlu RI, terdapat sekitar 374 WNI di Sri Lanka, termasuk sekitar 140 orang di antaranya berada di Kolombo.
Bagi keluarga dan kerabat yang membutuhkan informasi lebih lanjut, Kemenlu menyarankan agar mereka menghubungi nomor hotline KBRI Kolombo +94772773127, akan tetapi sambungan telepon gagal masuk ketika BBC News Indonesia mencoba menghubungi nomor tersebut beberapa kali.
Kecaman dunia
Masih dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri Indonesia, disebutkan bahwa Indonesia mengecam keras aksi pengeboman di berbagai lokasi di Sri Lanka.
"Pemerintah dan rakyat Indonesia menyampaikan duka cita mendalam kepada korban dan keluarga korban."
'
Delapan ledakan dilaporkan terjadi, termasuk di tiga gereja di Negombo, Batticaloa dan Kochchikade di Kolombo ketika dilangsungkan perayaan Paskah.
Serangan bom juga menyasar empat hotel, termasuk tiga hotel mewah di ibu kota: Shangri-La, Kingsbury dan Cinnamon Grand.
Perdana Menteri Inggris Theresa May mengunggah pernyataan lewat Twitter dengan mengatakan "aksi kekerasan di gereja-gereja dan hotel-hotel di Sri Lanka benar-benar mengerikan".
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyampaikan "duka cita mendalam" atas "serangan teroris yang mengerikan".
Paus Fransiskus mengecam serangan sebagai "kekerasan yang begitu kejam" dengan sasaran umat Kristen yang sedang merayakan Paskah.
Kardinal Kolombo, Malcolm Ranjith, mengatakan kepada BBC: "Situasi ini sangat sulit dan sangat menyedihkan bagi kami semua karena kami tidak pernah memperkirakan hal ini akan terjadi dan khususnya di Hari Paskah."
Di jajaran pemerintahan, Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe juga mengutuk serangan.
"Saya mengutuk keras serangan pengecut terhadap rakyat kami hari ini. Saya menyerukan kepada seluruh rakyat Sri Lanka untuk tetap bersatu dan kuat dalam situasi tragis ini."
Agama di Sri Lanka
Buddha Theravada tercatat sebagai agama terbesar di Sri Lanka. Berdasarkan sensus terbaru, sekitar 70,2% penduduk negara itu memeluk agama Buddha.
Agama itu dianut oleh etnik Sinhala yang merupakan etnik mayoritas. Buddha mendapat tempat utama dalam hukum di Sri Lanka dan bahkan secara khusus dicantumkan dalam konstitusi.
Selain Buddha, terdapat pula penganut Hindu sekitar 12,6% dan Muslim sekitar 9,7% dari total penduduk.