Tanpa melakukan biopsi otak, mereka mulai memberikan radioterapi, kemoterapi, dan steroid ke Ashok selama sebulan.
Bukannya sembuh, cara perawatan ini justri memberinya serangkaian masalah kesehatan baru.
Baca: Viral Video Penumpang Bermesraan di KRL Commuter Line
Baca: Dicecar Hotman Paris untuk Tanggung Jawab Kasus Malapraktik, Direktur RSUD Sangatta Putuskan Telepon
Ahli onkologi di rumah sakit tersebut melanjutkan dengan perawatan kanker.
Ketika masalah baru menjadi lebih buruk, ahli onkologi menghentikan pengobatan.
Meskipun saat dihentikan 75 persen dari perawatan sudah berakhir.
Dalam rentang waktu sekitar satu bulan, kondisi Ashok semakin kritis.
Ashok dirawat di Unit Perawatan Intensif (ICU) selama empat bulan, dalam keadaan koma.
Kemudian Ashok mulai kehilangan kendali atas anggota tubuhnya hingga ginjalnya berhenti berfungsi.
Hal ini menyebabkan siklus berulang 24 hingga 72 jam dialisis terus menerus.
Serangkain perawatan yang dilakukan justru membuat Ashok menderita diabetes karena overdosis steroid.
Ia mendapatkan beberapa infeksi di darah, paru-paru dan otaknya.
Dia bahkan mendapatkan penyakit kulit yang mematikan yang disebut Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) yang cukup langka.
Spesialis perawatan kritis, dokter kulit dan ahli bedah plastik menolak untuk memberikan perawatan yang diperlukan sesuai protokol untuk TEN.
"Terlepas dari permintaan yang berulang-ulang, mengemis dan menangis, mereka bahkan tidak memindahkannya ke ruang isolasi dan membiarkannya tetap terbuka di ICU terbuka," tulis putra Ashok.
Baca: Viral Sosok Diduga Pocong di Google Maps, Raditya Dika Ikut Bagikan Pengalaman Sang Istri