Para analis berpendapat Partai Komunis khawatir pengaruh-pengaruh asing bisa membuat kelompok-kelompok agama makin sulit dikontrol.
“Bahasa Arab dianggap sebagai bahasa asing dan pengetahuan mengenai bahasa Arab sekarang dipandang sebagai sesuatu di luar kontrol negara,” kata Darren Byler, seorang pakar antropologi di Universitas Washington, yang mempelajari Xinjiang.
Sedangkan Kelly Hammond, seorang asisten profesor di Universitas Arkansas yang mempelajari etnis minoritas Muslim Hui di China, mengatakan langkah-langkah itu adalah bagian dari “upaya menciptakan kenormalan baru.”
Beijing adalah rumah bagi sekitar 1.000 toko dan restoran halal, menurut data aplikasi jasa pengiriman makanan Meituan Dianping.
Bisnis-bisnis tersebut tersebar di seluruh kawasan Muslim bersejarah di Beijing dan kawasan lainnya.
Tidak jelas apakah restoran seperti itu sudah diminta untuk menutup aksara Arab dan simbol-simbol Muslim.
Seorang manajer di restoran lainnya belum mencopot logo aksara Arab. Katanya, dia sudah diminta untuk mencopot logo itu, tapi masih menunggu logo baru.
Beberapa toko besar yang dikunjungi Reuters menggantikan logo mereka dengan istilah China untuk halal – “qing zhen”.
Sedang yang lainnya hanya menutup aksara Arab dan gambar-gambar Islam dengan stiker.
Zha Xi, seorang pejabat dari Komisi Nasional Urusan Etnis, mengatakan kepada Reuters, Kamis, bahwa konstitusi China melindungi hak-hak hukum dan kepentingan semua kelompok minoritas.
Dia menolak memberikan rincian mengenai peraturan nasional yang dikutip oleh komite etnis dan agama Kota Beijing. [ft/dw]