Donald Trump Menjadi Presiden Ketiga yang Dimakzulkan dalam Sejarah Amerika Serikat. Ia Dimakzulkan DPR atas Tuduhan Penyalahgunaan Kekuasaan dan Menghalangi Penyelidikan Kongres
TRIBUNNEWS.COM - DPR memutuskan untuk memakzulkan Presiden Donald Trump atas kejahatan tingkat tinggi dan pelanggaran hukum yang dilakukannya.
DPR menuduh Donald Trump telah mengkhiantai negara demi kepentingan politiknya serta menghalangi investigasi kongres dalam tindakannya.
Seperti yang dilansir CBS News, anggota parlemen Demokrat menyerahkan hukuman berat kepada DPR di bawah Konstitusi, menyetujui dua pasal pemakzulan setelah melalui perdebatan panjang sebelumnya.
Pasal pertama, yaitu penyalahgunaan kekuasaan, menghasilkan 230-197-1 suara, dengan satu anggota memberikan pilihan netral atau tidak memilih.
Sementara itu, pasal kedua, yaitu menghalani penyelidikan kongres, menghasilkan 229-198-1 suara, dengan satu anggota memberikan pilihan netral atau tidak memilih.
Donald Trump menjadi presiden ketiga dalam 231 tahun sejarah kepemimpinan Amerika Serikat yang dimakzulkan, setelah Andrew Johnson dan Bill Clinton.
Andrew Johnson dan Bill Clinton sama-sama dibebaskan di tingkatan senat.
Trump nampaknya akan bernasib sama, karena anggota senat didominasi oleh partainya, yaitu Partai Republik.
Voting pemakzulan merupakan puncak dari investigasi berbulan-bulan oleh Partai Demokrat atas usaha presiden yang menekan pemerintah Ukraina melakukan investigasi yang akan menguntungkannya secara politik.
Penekanan yang dilakukan Trump termasuk penyelidikan sebuah perusahaan yang mempekerjakan putra mantan wakil presiden Joe Biden, satu dari calon saingan utama Trump dalam pemilihan presiden 2020.
Gedung Putih menolak untuk bekerja sama dengan penyelidikan dalam kapasitas apa pun, menjadi salah satu pemicu untuk pasal kedua pemakzulan.
Proses tersebut telah menimbulkan perpecahan yang mendalam antara partai-partai dan di antara para pemilih Amerika secara keseluruhan.
Presiden dan Partai Republik dengan gigih membela tindakannya dan menuduh Demokrat menghasut partisan untuk melengserkannya dari jabatan.
Demokrat menggambarkan Trump sebagai ancaman yang secara aktif mencari bantuan asing demi kepentingan politiknya sendiri.
Ketua DPR Nancy Pelosi membuka sesi debat dengan mengatakan presiden Trump membawa pemakzulan pada dirinya sendiri, menggambarkannya sebagai ancaman terhadap Konstitusi yang perilakunya tidak boleh dibiarkan begitu saja.
"Sungguh tragis bahwa tindakan nekat presiden membuat kita melakukan pemakzulan. Tak ada pilihan lain," katanya di hadapan para DPR.
Dilansir Buzzfeed News, senat akan melakukan persidangan untuk menentukan apakah akan menjatuhi hukuman pada Trump atas dua pasal pemakzulan tersebut.
Lengser atau tidaknya Trump akan ditentukan oleh senat, kemungkinan pada bulan Januari 2020.
Presiden kemungkinan besar diperkirakan akan dibebaskan oleh senat, yang mayoritas anggotanya terdiri dari Partai Republik.
Beberapa senator bahkan sudah menyebut hasilnya sebagai kesimpulan terdahulu.
Meski begitu, Partai Demokrat menyatakan penting untuk menjatuhkan pemakzulan pada Trump, tanpa melihat apa yang akan dilakukan senat.
Pemakzulan dilakukan untuk mencegah adanya campur tangan dalam pemilihan 2020, serta memberikan pesan pada Trump dan presiden selanjutnya.
"Presiden tidak bisa diberikan persepsi bahwa Kongres tidak memiliki keberanian untuk melakukan apa yang dibutuhkan Konstitusi dan untuk melindungi keseimbangan kekuasaan serta memperingati presiden bahwa kita memiliki batasan," ucap Al Green kepada Buzzfeed News setelah diadakannya voting.
Ada banyak pertanyaan yang belum terselesaikan tentang bagaimana sidang Senat akan dilakukan.
Demokrat dan Republik belum mencapai kesepakatan tentang pertanyaan-pertanyaan kunci seperti apakah akan ada saksi yang dipanggil untuk bersaksi.
DPR akan memilih sekelompok manajer pemakzulan, yang akan meyakinkan Senat bahwa Trump harus dilengserkan dari pemerintahan.
Pengacara Gedung Putih juga akan bertindak sebagai penasihat hukum.
Senator memainkan peran juri sementara Ketua Mahkamah Agung John Roberts akan mengawasi persidangan sebagai hakim.
Diperlukan dua pertiga suara untuk menjatuhkan vonis pada Trump.
Artinya, diperlukan 20 anggota Partai Republik untuk mendukung pemakzulan Trump.
Namun, sejauh ini tidak seorang senator pun dari Partai Republik yang memberi sinyal mereka akan memilih untuk menghukum Trump.
Saat pembacaan putusan hasil voting, Ketua DPR Pelosi berkata hari itu adalah yang suram.
Ia bahkan mencegah para anggota partai Demokrat untuk bertepuk tangan saat pasal pertama diketok palu.
Partai Republik telah berulang kali berargumen bahwa Trump tidak melakukan kesalahan, meskipun presiden sendiri mengakui hampir semua yang diuraikan pelapor.
Partai Republik juga menyerang proses pemakzulan.
Selama fase pertama, ketika para saksi bersaksi dalam sidang tertutup, Partai Republik menuduh Demokrat menciptakan "ruang pemakzulan gaya Soviet."
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)