TRIBUNNEWS.COM - Iran telah memulai serangannya ke dua pangkalan militer Amerika Serikat di Irak pada Selasa (7/1/2020) pukul 5.30 waktu setempat.
Pangkalan udara Ayn al Asad di Irak barat dan pangkalan Erbil di Irak Kurdistan milik Amerika Serikat, sama-sama diserang Iran dengan rudal balistik Fatteh-110.
Pentagon mengatakan rudal itu 'jelas diluncurkan dari Iran' untuk menargetkan pasukan militer dan koalisi AS di Irak.
Dikutip dari Daily Mail melalui CNN, sumber keamanan setempat mengatakan bahwa ada korban atas serangan Iran ke pangkalan milik Amerika Serikat tersebut.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump telah diberitahu tentang serangan Iran ke dua pangkalan di Irak.
Menteri Pertahanan Mark Esper dan Menteri Luar Negeri Mike Pompeo terlihat tiba di Gedung Putih segera setelah berita tentang serangan itu pecah.
Pengawal Revolusi Iran, yang mengendalikan program rudal negara itu, membenarkan bahwa mereka menembakkan roket sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap Jenderal Iran Qassem Soleimani.
Mereka menamakan operasi serangan tersebut dengan nama 'Martir Soleimani'.
Rudal balistik Fatteh-110 yang digunakan Iran untuk menyerang dua pangkalan militer Amerika Serikat ini, memiliki jangkauan 186 mil atau 300 kilometer.
Selain menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Irak, Iran juga mengancam akan melancarkan gelombang ketiga di Haifa, Israel dan Dubai, Uni Emirat Arab.
Dikutip dari Washington Examiner, ancaman tersebut diberikan oleh Iran jika Amerika Serikat membalas serangan mereka.
"Iran memperingatkan bahwa jika ada pembalasan atas dua gelombang serangan yang mereka luncurkan, gelombang ke-3 mereka akan menghancurkan Dubai dan Haifa," ujar Kepala Biro NBC News Tehran, Ali Arouzi.
Iran mengklaim bertanggung jawab atas serangan-serangan itu dalam sebuah pernyataan yang berbunyi:
"Para prajurit berani unit kedirgantaraan IRGC telah meluncurkan serangan yang berhasil dengan puluhan rudal balistik di pangkalan militer Al Assad atas nama martir Jenderal Qassem Soleimani."