TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menyampaikan pidato nasionalnya sebagai tanggapan serangan balasan yang dilancarkan Iran, Rabu (8/1/2020) pagi waktu Washington DC.
Jurnalis Voa Indonesia, Valda Baraputri melaporkan ada tiga poin inti dari pidato nasional yang Trump sampaikan di depan rakyat AS.
Pertama, Trump meyakinkan jika serangan rudal yang dilancarkan Iran ke basis-basis militer AS di Irak, tidak menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak.
"Tidak ada korban jiwa baik dari pihak AS maupun dari Iran atas serangan misil yang dijatuhkan di basis-basis militer di Irak, di al-Asad di Provinsi Anbar dan pangkalan Erbil di Irak utara," ujar Valda dikutip dari channel YouTube KompasTV, Jumat (10/1/2020).
Selain tidak adanya korban jiwa, Trump juga menyampaikan rudal-rudal yang ditembakan tidak menyebabkan dampak yang berarti di kedua basis militer tersebut.
Hal ini dikarekanan AS memiliki sistem peringatan dini yang baik di basis militernya, sehingga dampak kerusakan bisa diminimalisir.
Poin kedua lewat pidato nasional, Donald Trump mengatakan tidak akan membalas serangan di kedua basis militernya dengan serangan militer.
Namun, Presiden AS ke-45 ini telah menyiapkan sanksi baru untuk Iran.
Baca: Fakta-fakta Mantan Sekdes yang Tega Membunuh Ibu Sendiri, Mengaku Mendapat Bisikan Ghaib
"Trump tidak menjelaskan sanksi-sanksi yang dijatuhkan ke Iran dalam pidatonya," kata Valda.
Trump berjanji akan mencabut sanksi-sanksi baru tersebut jika Iran membatalkan niatnya dalam mengembangkan senjata nukilr dan berhenti mendanai aksi terorisme di wilayah tersebut.
Dalam pidatonya, Trump juga menjamin selama dirinya menjadi Presiden AS, maka negara Iran tidak diperkenankan untuk memiliki dan mengembangkan senjata nuklir.
Poin ketiga dalam akhir pidato nasional, Trump memberikan sinyal positif kepada Pemerintah dan rakyat Iran bergabung dengan AS untuk menciptakan perdamaian dunia.
"Amerika ingin Iran memiliki masa depan yang cerah. Amerika siap merangkul pihak-pihak yang menginginkan perdamaian," tandas Valda.
Valda menambahakan, berdasarkan isi pidato nasional Trump menunjukan jika Amerika Serikat dan Iran tidak akan membawa memanasnya hubungan dua negara ke tingkat nasional dan mengacaukan perdamaian dunia
"Jadi untuk saat ini Trump melunak terhadap Iran. Meskipun ada sanksi-sanksi baru terhadap Iran"
"Trump juga menyatakan dalam pidatonya sepertinya Iran juga sudah melunak," katanya.
Namun berdasarkan pengamat di Washington DC, hubungan Amerika Serikat dan Iran masih dimungkinkan kembali memanas di minggu atau bulan-bulan ke depan.
Baca: Inisiatif Sendiri, ANTV Stop Acara Pesbukers hingga Waktu yang Tidak Ditentukan, Ini Kata KPI
Komentar Pengamat Timur Tengah
Menurut pengamat Timur Tengah, Hasibullah Satrwai menilai apa yang dilakukan Iran melucurkan lusinan rudal, merupakan bentuk manuver politik untuk menyelamatkan kehormatan dirinya sendiri setelah Qasem Soleimani tewas.
"Menurut saya Iran sudah pasti menggunakan politik menyelamatkan muka sendiri"
"Soleimani merupakan orang yang sangat strategis, meninggal dengan cara begitu. Ini kerugian bagi Iran", kata Hasibullah.
Dengan melancarkan serangan ke basis militer Amerika Serikat, menurut Hasibullah, Iran tidak terlalu dipermalukan oleh publik internasional.
"Secara politik Iran berhasil untuk menunjukkan kekuatannya. Dan ini pesan secara politik memenangkan Iran secara persepsi," tandasnya.
Baca: Kasus Reynhard Sinaga, Psikolog Pesankan Masyarakat untuk Tidak Heboh dan Ambil Pelajaran
Hasibullah menjelaskan politik menyelamatkan muka sendiri Iran tidak lepas dari isu drama yang dibahas oleh media-media di Timur Tengah, berkaitan hujan rudal di basis militer Amerika Serikat di Irak.
Ia mengatakan dalam sebuah sumber media Timur Tengah menyebutkan, sebelum terjadi penyerangan di dua basis militer Amerika Serika, Iran melakukan komunikasi dengan Irak.
"Sudah kasih tahu ke Irak dan juga ke orang Amerika, Seakan-akan saya (Iran, red) mau nyerang loh."
"Jadi diumpetin barang-barang biar tidak terlalu besar dampaknya. Itu menjadi anekdot tersendiri," beber Hasibullah.
Hasibullah menambahkan, ketegangan antara Amerika Serikat dan Iran juga mencatat sejarah baru dalam tradisi negara-negara musim dingin.
Ia mengibaratkan hubungan kedua negara seperti minuman yang panas di musim yang sangat dingin.
"Tidak perlu berjam-jam, yang panas segera dingin. Ini dapat mengilustrasikan, diawali dengan hal yang panas dengan pembunuhan Soleimani, diikuti dengan balasan sedemikian rupa," tandas Hasibullah.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)