Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus ratusan pria muda di Manchester, Inggris, yang diperkosa oleh pemuda asal Indonesia bernama Reynhard Sinaga ramai diperbincangkan publik Indonesia dan mancanegara.
Kabar tersebut mencuat usai vonis penjara seumur hidup untuknya oleh hakim Suzanne Goddard QC.
Baca: Ketahui Dampak Kesehatan Serius dari Aktivitas Seks Anal
Reynhard Sinaga ditangkap pihak kepolisian pada bulan Juni 2017 dan menjalani sidang pertamanya di pengadilan Manchester pada Mei 2018 lalu.
Diketahui, sidang untuk pria yang sekarang dijuluki "predator seks" ini diketahui berlangsung sebanyak empat kali, namun secara tertutup.
Profesor kelahiran Inggris yang kini menetap di Indonesia, Peter Carey mengungkapkan setidaknya ada tiga alasan sidang untuk Reynhard Sinaga di pengadilan Manchester berjalan secara tertutup.
Menurutnya, apabila persidangan sejak awal sudah diliput awak media, tidak mungkin akan ada sidang kedua, ketiga dan, keempat untuk Rey yang dinilai sah.
"Sebab orang nantinya sudah dibombardir oleh alasan dan opini di media massa yang akan membentuk bagaimana cara mereka menganggap kasus ini, jadi pertama ada empat proses (empat kali persidangan)," katanya lagi.
Alasan kedua yakni proses sidang bagi pelaku tindakan kriminal di Inggris selalu melibatkan 12 orang juri.
Dalam hal ini, ke-12 juri berperan layaknya majelis yang dilibatkan dalam sidang.
Mereka nantinya akan turut menilai jalannya persidangan mulai dari keterangan para saksi hingga barang bukti yang dihadirkan.
Tak hanya itu, para juri juga bicara antara lain apakah dalam kasus ini terdakwa salah atau salah tapi ada keringanan atau yang lainnya.
"Mereka dengan kepala dingin harus melihat evidence dan apa yang sudah disajikan dalam pengadilan. Dengan bukti begini mereka akan mengambil kesimpulan. Karena mereka juga pada akhirnya sesudah mendengar saksi dari terdakwa, pengacara, saksi spesial dan khusus yang dipanggil, dan juga ringkasan dan kesimpulan dari hakim sendiri, mereka akan ambil salah satu mufakat," ungkap Peter Carey.
Biasanya, seperti mufakat, di sini harus ada mayoritas suara yang jelas mengenai vonis yang akan dijatuhkan bagi terdakwa.
Sehingga, kepala dari para juri yang ada akan melaporkan kepada hakim bahwa mereka semua satu pendapat mengenai hasil sidang.
Alasan yang ketiga yakni karena dalam kasus besar ini melibatkan mungkin 190 korban, penjagaan privasi para korban menjadi prioritas utama pengadilan di Inggris.
"Kami di Inggris tidak akan melakukan pelecehan dua kali. Pelecehan awal adalah di tangan Reynhard sendiri, pelecehan kedua adalah di media massa sebab mereka, korban, mungkin akan dicap senang mabuk atau orang yang punya kenderungan sexual preferences seperti ini," jelas Peter Carey.
Baca: Kesaksian Jurnalis yang Ikuti Sidang Reynhard Sinaga: Predator Seks Tak Tunjukkan Penyesalan
Mengingat korban kebanyakan adalah orang yang masih muda, yang alami trauma hingga emosi berat sampai ingin bunuh diri pascakejadian, itu juga menjadi alasan utama sidang berjalan tertutup.
"Ada yang emosi berat hingga ingin bunuh diri, ada yang merasa sangat kurang nyaman, merasa mual dan muak dengan apa yang terjadi, seumpamanya ini dalam sidang yang tertutup, jauh lebih nyaman. Anonimitas para korban bisa dijaga," tambahnya lagi menjelaskan.