Febri Ramdani, seorang mantan pengikut ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah) menceritakan perjalanannya bergabung dengan ISIS dalam buku yang berjudul "300 Hari di Bumi Syam".
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dini hari di awal Februari 2017, Febri Ramdani, tiba di Raqqa, Suriah, yang ketika itu menjadi ibu kota ISIS (Negara Islam Irak dan Suriah).
Ia tiba di sana tiga tahun setelah pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi mengumumkan berdirinya khilafah, negara berdasarkan syariat Islam yang menjadi impian sebagian kaum Muslim.
Kekecewaan menyeruak di hati pemuda berusia 20 tahun itu karena gambaran Raqqa tidak seperti yang diperlihatkan ISIS melalui video propaganda mereka sebar di berbagai media sosial.
Dalam acara peluncuran sekaligus bedah bukunya yang berjudul “300 Hari di Bumi Syam,” Febri, Selasa (11/2/2020), mengatakan ia pergi ke Suriah bukan karena dorongan ideologi tapi karena rindu ibu dan kakaknya yang sudah lebih dulu pergi ke kota itu dua tahun sebelumnya.
Baca: Kekhawatiran Jokowi Bila WNI Eks ISIS Dipulangkan ke Indonesia
Secara keseluruhan, pada Agustus 2015, 26 anggota keluarga besar Febri pergi ke Suriah tanpa memberitahu dan mengajak dirinya.
Alasan yang dipakai waktu itu adalah untuk berobat.
Febri mengaku heran mengapa banyak kerabatnya, termasuk ibu dan kakaknya, rela meninggalkan Indonesia untuk terbang ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.
Dia pun mulai mencari tahu seperti apa Daulah Islamiyah yang ingin diciptakan ISIS tersebut.
Dari pencariannya di media sosial, pria berdarah campuran Madura dan Minangkabau ini melihat kota-kota di bawah kendali ISIS keadaannya bagus, tata kotanya rapih.
Bahkan dalam propaganda ISIS, siapa yang hidup dalam Daulah Islamiyah akan mendapat jaminan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.
ISIS juga membebaskan orang pergi ke sana bebas memilih profesi apa saja, tidak ada kewajiban untuk berperang.
Febri akhirnya semakin yakin untuk bergabung dengan Daulah Islamiyah bikinan ISIS dan pada September 2016 pergi ke sana lewat Turki.
Perjalanan yang dilaluinya sangat sulit dan berliku, sampai-sampai baru lima bulan kemudian anak kedua dari empat bersaudara tersebut menjejakkan kaki di Raqqah.