TRIBUNNEWS.COM - Shamima Begum, gadis asal Inggris ini mengatakan hidupnya berantakan setelah pemerintah Inggris mencabut kewarganegaraannya.
Mantan siswi di Inggris ini, merupakan satu dari tiga lainnya yang juga dicabut kewaranegaraannya.
Mereka melakukan perjalanan ke Suriah dan bergabung dengan ISIS pada Februari 2015.
Kini, Shamima sedang hamil 9 bulan.
Dia ditemukan di kamp pengungsian di Suriah pada Februari tahun lalu.
Kewarganegarannya dicabut oleh Menteri Dalam Negeri Inggris, Sajid Javid pada tahun lalu
Saat ditemui di tempat tinggalnya, kamp al Roj di Suriah Utara, Shamima sedang tidak memakai burka (cadar)nya.
Dia mengatakan, selama ini dia berbagi tenda dengan Kimberly Polman asal Kanada, Amerika Serikat.
Dilansir Mirror, tenda mereka saat itu tengan di dekorasi dengan nuansa Valentine.
Di sana terdapat pemanas ruangan, televisi, dan peralatan memasak.
Shamima mengaku seluruh dunianya hancur, setelah kewarganegarannya dihapus, dilansir Mirror dari BBC.
"Ketika kewarganegaraan saya ditolak, saya merasa seluruh dunia saya hancur berantakan di depan saya," ujarnya.
Nahasnya, dia mengetahui itu dari wartawan.
"Kamu tahu, cara saya bisa tahu."
"Saya bahkan, tidak diberi tahu oleh pejabat pemerintah."
"Saya diberi tahu wartawan."
Dia mengira, bisa kembali ke Inggris karena tidak melakukan kejahatan apapun.
"Aku pikir, aku akan sedikit diberi pengecualian karena aku tidak melakukan kesalahan sebelum datang ke ISIS," jelasnya.
Pengacara Shamima, mengatakan mereka akan mengajukan banding terhadap keputusan pencabutan kewarganegaraan ini.
Shamima melakukan tindakan hukum, melalui Kantor Pusat Pengadilan Tinggi dan Komisi Banding Imigrasi Khusus (SIAC).
Pengadilan ini khusus menyelesaikan permasalahan kewarganegaraan Inggris, dengan alasan keamanan nasional.
Pengacara gadis 20 tahun itu, berpendapat bahwa keputusan pencabutan kewarganegaraan itu melanggar hukum.
Selain itu, juga melanggar kebijakan hak asasi manusia.
Ini menjadikan Shamima, tidak memiliki kewarganegaraan apapun.
Kondisi ini, bisa menjerumuskannya pada perlakuan tidak manusiawi karena dia tidak memiliki negara yang bisa melindunginya.
Namun, pada putusan awal bulan ini, Hakim Agung Elisabeth Laing mengatakan kewarganegaraan Inggris Shamima dicabut.
Tetapi, dia bisa menjadi warga negara Bangladesh lantaran ibunya berasal dari sana.
Jadi, dia dianggap memiliki kewarganegaraan berdasarkan keturunan.
Pengadilan menemukan, bahwa keputusan ini tidak melanggar kebijakan hak asasi manusia ekstrateritorial.
Hakim menganggap, situasi yang kini dihadapi Shamima adalah akibat perilakunya sendiri.
"Pemohon berada di situasi sekarang ini, akibat dari pilihannya sendiri."
"Ini bukan terjadi karena kesalahan dari Sekretaris Negara (Inggris)."
Pengadilan juga menganggap Shamima, tidak bisa memanfaatkan usaha bandingnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)