TRIBUNNEWS.COM - Mahathir Mohamad "keluar-masuk" kantor.
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengumumkan mengundurkan diri pada 24 Februari 2020.
Ia mengirimkan surat pengunduran dirinya pada Raja Malaysia, Abdullah, di hari yang sama.
Sang raja menerima pengunduran diri Mahathir, namun langsung menunjuknya sebagai perdana menteri sementara.
Ditunjuknya Mahathir sebagai Perdana Menteri Malaysia sementara ialah sampai perdana menteri yang baru terpilih, sesuai dengan Pasal 43 (2) (a) Konstitusi Federal.
Namun, Raja juga menyetujui untuk mencabut penunjukan semua jabatan menteri, yang artinya membubarkan kabinet Malaysia hingga kabinet baru terbentuk melalui pergantian partai atau jajak pendapat.
Perselisihan kekuasaan dimulai
Menurut situs Sarawak Report, kekacauan politik dimulai saat Menteri Ekonomi Malaysia Azmin Ali (Partai Keadilan Rakyat) dan beberapa anggota koalisi yang berkuasa dari Pakatan Harapan, mencoba kudeta.
Kudeta itu konon akan membawa mantan koalisi yang berkuasa, Barisan Nasional dan sekutunya PAS, ke kekuasaan dan menyingkirkan Mahathir dari jabatannya.
Baca: Ambisi Gantikan Mahathir Mohamad sebagai PM Malaysia Telah Sirna, Anwar Ibrahim Merasa Dikhianati
Namun, Azmin justru mengklaim bahwa ada konspirasi untuk menggulingkan Mahathir sebagai perdana menteri di tengah kepemimpinannya.
Meskipun tidak menyebutkan nama, Azmin menyinggung Anwar Ibrahim (juga Partai Keadilan Rakyat) karena dia adalah orang berikutnya yang kemungkinan besar akan mengambil alih jabatan Mahathir.
Nama lain yang terhubung dengan Azmin adalah Muhyiddin Yassin.
Muhyiddin adalah presiden PPBM (Parti Pribumi Bersatu Malaysia), partai yang diketuai Mahathir sebelum melepaskan jabatannya pada 24 Februari 2020.
PKR dan PPBM sama-sama merupakan anggota koalisi Pakatan Harapan.
Ada pembicaraan yang menyebutkan PKR dan PPBM bentrok karena perbedaan politik, menyebabkan perpecahan dalam koalisi.
Baca: Mahathir Mohamad Resmi Bekerja sebagai PM Malaysia Sementara Setelah Pengunduran Dirinya Telah Sah