News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Wakil Menteri Kesehatan Iran Positif Terkena Virus Corona, Awalnya Terlihat Pucat & Berkeringat

Editor: Sugiyarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Screenshot rekaman video Deputi Menteri Kesehatan Iran, Iraj Harirchi, saat menggelar konferensi pers tentang penyebaran virus corona, 24 Februari 2020.

TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Kesehatan Iran Iraj Harirchi dinyatakan positif virus corona, atau virus mematikan dengan nama medis Covid-19.

Iraj Harirchi tersebut dites positif mengidap Virus Corona, setelah beberapa jam ia terlihat pucat dan berkeringat dalam sebuah acara konferensi pers TV.

Iraj Harirchi dimasukkan ke dalam karantina lantara postif idap virus mematikan tersebut.

Sebelumnya Pemerintah Iran memberikan klarifikasi soal tuduhan menyembunyikan skala infeksi yang sebenarnya.

Di mana salah seorang pejabat Iran mengatakan per hari ini 95 orang menderita pneumonia Covid-19 dan 15 orang meninggal.

Namun kemarin seorang anggota parlemen mengatakan jumlah korban tewas sebenarnya lebih dari 50 orang di kota Qom saja, dilansir dari The Sun.

Ahmad Amiriabadi Farahani, yang mewakili kota suci, menuduh Menteri Kesehatan "berbohong" tentang wabah Corona dan menyebut jumlah infeksi berkali-kali lipat dari angka resmi.

Baca: Wakil Menteri Kesehatan Iran Mengaku Terinfeksi Virus Corona

Baca: China Akhirnya Larang Perdagangan dan Konsumsi Hewan Liar, Ada Sanksi Berat Bagi Pelanggar

Namun sang Wakil Menteri Kesehatan, Harirchi bersikeras hanya 61 kasus diketahui dan 12 orang telah meninggal.

Harirchi juga menyebut saat ini sebuah tes sedang dilakukan pada 900 kasus yang diduga Virus Corona.

Dia mengatakan anggota parlemen tidak memiliki akses ke angka-angka tersebut.

Tampak Sakit, Ternyata Positif Virus Corona

Dilansir dari BBC, dalam konferensi pers TV, Wakil Menteri Kesehatan Iran tersebut tampak sakit, dan pucat.

Ketika seorang juru bicara pemerintah berbicara di sampingnya, dia minum air dan berulang kali melepas kacamatanya untuk mengelap keringat.

Namun pada akhirnya, Harirchi, yang memimpin gugus tugas untuk membatasi penyebaran virus, memposting video di media sosial mengatakan dia telah dites positif.

Para pejabat Iran mendesak orang-orang untuk tetap di dalam ruangan, meskipun tidak ada karantina wajib.

Seorang juru bicara kementerian kesehatan mengatakan kepada TV pemerintah: “Akan lebih aman bagi orang untuk tinggal di rumah."

Sementara ada 34 kasus baru yang dikonfirmasi dalam 24 jam terakhir, termasuk 16 orang di kota Qom.

Kemarin virus itu dikonfirmasi penyebaranya dari Iran ke Lebanon, Bahrain, Oman, UEA, Kuwait, dan Kanada.

Kasus lebih lanjut muncul di Afghanistan dan Irak, yang berbatasan dengan Iran.

Pakistan dan Turki menutup perbatasan mereka karena khawatir virus itu bisa menyebar di sana juga, dan maskapai menunda penerbangan.

Kritik Pejabat AS

Hari ini Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo meminta Iran dan China untuk "mengatakan yang sebenarnya" setelah Beijing juga dikritik karena menyensor dokter dan media.

"Amerika Serikat sangat prihatin dengan informasi yang menunjukkan rezim Iran mungkin telah menekan rincian penting tentang wabah Corona di negara itu.

"Semua negara, termasuk Iran, harus mengatakan yang sebenarnya tentang virus corona dan bekerja sama dengan organisasi bantuan internasional."

Baca: Warga Jepang Dihantui Corona, Perusahaan Minta Pegawai Bekerja dari Rumah, Gereja Hentikan Misa

Wabah Iran diyakini telah dimulai di Qom, yang merupakan situs studi agama untuk Syiah dari seluruh Timur Tengah.

Diperkirakan seorang pengusaha yang meninggal setelah perjalanan ke China diduga membawa virus tersebut, atau pekerja Cina yang membangun pabrik energi matahari di dekatnya.

Virus itu telah menyebar ke empat kota lain termasuk Teheran.

Farahani, salah satu anggota parlemen untuk Qom, dikutip mengatakan lebih dari 250 pasien berada di karantina.

Dia mengatakan kondisinya suram di rumah sakit-rumah sakit di kota itu, dengan para perawat yang tidak memiliki perlengkapan yang memadai, dan mengatakan 50 orang meninggal pada tanggal 13 Februari - enam hari sebelum kasus resmi pertama.

(Tribunnews.com/Garudea Prabawati)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini