TRIBUNNEWS.COM - Pertama kalinya dalam sejarah Malaysia, parlemen akan menentukan siapa yang akan menjadi perdana menteri.
Parlemen akan melakukan pemilihan perdana menteri yang baru pada Senin, 2 Maret 2020.
Mahathir Mohamad mengundurkan diri sebagai Perdana Menteri Malaysia pada Senin (24/2/2020).
Politik Malaysia tambah memanas saat kolasisi Pakatan Harapan (PH) pecah kongsi.
Pakatan Harapan kehilangan suara mayoritasnya di Dewan Rakyat karena beberapa partai komponen PH, yaitu partai Bersatu (26 anggota parlemen), PKR (11 anggota), dan komponen PH lainnya, memutuskan untuk keluar.
Mahathir pun juga mengundurkan diri sebagai ketua Bersatu, di hari yang sama.
Baca: Mahathir Mohamad Dikabarkan Lolos dari Lubang Jarum dan Bisa Kembali Menjadi PM Malaysia
Juga pada hari Senin, Raja Malaysia Abdullah menunjuk Mahathir sebagai PM sementara sampai PM yang baru terpilih.
Saat konferensi pers di Putrajaya (27/2/2020), yang membahas Paket Stimulus Ekonomi 2020 untuk membahas prospek ekonomi sering mewabahnya virus corona, Mahathir mengumumkan hasil wawancara raja dengan anggota parlemen yang dilakukan pada hari Selasa dan Rabu lalu.
Dilansir The Sun Daily, Mahathir menyebut dalam wawancara itu, raja tidak menemukan pemimpin yang memiliki suara mayoritas untuk menjadi perdana menteri selanjutnya.
Maka, ujar Mahathir, raja akan menyerahkannya pada Dewan Rakyat untuk memilih perdana manteri.
Jika gagal, parlemen harus dibubarkan dan pemilihan baru dilakukan.
Dalam konferensi pers kemarin pula, Mahathir mengumumkan dirinya kembali menjadi ketua partai Bersatu.
Jumlah Suara yang Dibutuhkan
Pakar Konstitusi Assoc Prof Dr Shamrahayu Abd Aziz mengatakan bahwa meskipun Pasal 43 (2) (a) Konstitusi Federal tidak secara khusus menyatakan apa yang dimaksud dengan "mayoritas", ia menafsirkan "mayoritas" adalah kandidat yang memerintahkan kepercayaan setidaknya 112 dari 222 anggota parlemen di Dewan Rakyat.