News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Produsen Obat Gilead: Remdesivir Tunjukkan Hasil Menjanjikan

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI - Satu botol obat Remdesivir terletak saat konferensi pers tentang dimulainya penelitian obat Ebola Remdesivir pada pasien yang sakit parah di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman utara pada 8 April 2020

TRIBUNNEWS.COM - Perusahaan biofarmasi Gilead yang berbasis di California, AS merilis dua laporan yang menggembirakan tentang remdesivir.

Remdesivir merupakan obat percobaan yang sedang diuji sebagai pengobatan Covid-19.

Dalam satu pernyataan, Gilead mengatakan, penelitian terhadap remdesivir memenuhi titik akhir primernya.

Dikutip Tribunnews dari Times, Kamis (30/4/2020), para peneliti telah menyimpulkan pasien yang dirawat di rumah sakit yang menggunakan obat, tampak lebih cepat membaik, dibanding dengan pasien yang diberi plasebo.

Untuk diketahui, studi ini dijalankan oleh Institut Nasional Alergi dan Penyakit Infeksi (NIAID).

NIAID merupakan bagian dari US National Institutes of Health.

Baca: Penelitian AS Ungkap Manfaat Remdesivir, Mengurangi Waktu Pemulihan Pasien Corona 31 Persen

Baca: 22 Rumah Sakit di Indonesia Uji Klinis Empat Obat Covid-19, Remdesivir Masuk Kategori Potensial

Gilead belum merilis data spesifik dari penelitian ini, tetapi mereka mencatat dalam rilisnya, NIAID diharapkan memberikan hasil yang lebih rinci.

Dalam pernyataan lain, Gilead mengeluarkan hasil dari satu di antara dua uji coba 'SIMPLE' yang sedang berlangsung.

Satu di antara studi ini dirancang untuk menguji remdesivir pada orang dengan penyakit sedang, dan yang lain pada orang dengan penyakit yang lebih parah.

Keduanya membandingkan rejimen lima hari dengan rejimen 10 hari dan tidak termasuk kontrol plasebo.

ILUSTRASI - Satu botol obat Remdesivir terletak saat konferensi pers tentang dimulainya penelitian obat Ebola Remdesivir pada pasien yang sakit parah di Rumah Sakit Universitas Eppendorf (UKE) di Hamburg, Jerman utara pada 8 April 2020 (Ulrich Perrey / POOL / AFP)

Studi Melibatkan 400 Orang

Lebih jauh, Gilead melaporkan studi yang melibatkan hampir 400 pasien dengan Covid-19 parah.

Semuanya menderita pneumonia dan kadar oksigen berkurang, tetapi belum perlu mengandalkan ventilator untuk bernafas.

Dalam penelitian ini, rejimen lima hari dianggap sama efektifnya dengan protokol 10 hari.

Setelah 14 hari, 60 persen dari mereka yang menggunakan obat selama lima hari dan 52 persen dari mereka yang menggunakan obat selama 10 hari dikeluarkan dari rumah sakit.

Tanggapan Dr Anthony Fauci

Dr Anthony Fauci (Tangkap Layar The Guardian)

Lebih lanjut,  Direktur NIAID dan anggota Satuan Tugas Covid-19 Gedung Putih, Dr Anthony Fauci menyampaikan tanggapannya kepada para wartawan di Gedung Putih.

"Hasil dari penelitian NIAID menunjukkan kabar baik dan efek positif yang jelas," katanya.

Dr Fauci memprediksi remdesivir akan menjadi standar perawatan untuk Covid-19.

"(Penelitian) telah membuktikan adalah obat dapat memblokir virus ini," terangnya.

Food and Drug Administration Setujui Semua Obat Baru di AS

Secara terpisah, New York Times melaporkan, Food and Drug Administration, yang menyetujui semua obat baru di AS.

FDA juga mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat untuk remdesivir yang akan memungkinkan dokter untuk menggunakan obat.

Sebagai catatan, belum ada obat apa pun yang disetujui untuk pengobatan pasien dengan Covid-19.

Aruna Subramanian, Profesor Kedokteran dalam Divisi Penyakit Menular di Fakultas Kedokteran Universitas Stanford dan salah satu peneliti utama pada studi SIMPLE, juga angkat bicara.

Aruna mengatakan, temuan ini memiliki implikasi penting bagi pasien Covid-19.

“Ini adalah penelitian penting untuk mengamati lima hari dan 10 hari (pengobatan), karena hasilnya serupa di kedua kelompok," katanya.

"Ketika orang sangat sakit, menjadi sangat penting untuk diketahu, Anda dapat menggunakan terapi yang lebih singkat dan tidak menahan orang di rumah sakit selama 10 hari dengan infus," terangnya.

"Saya pikir (ini) sangat besar, " terangnya.

Mencari Obat atau Vaksin untuk Virus Corona

Sebagaimana diketahui, remdesivir pada awalnya dirancang untuk mengobati Ebola.

Namun, penelitian di laboratorium menunjukkan, remdesivir juga bertindak terhadap virus corona seperti SARS dan MERS.

Sehingga para peneliti mulai mengeksplorasi potensinya untuk mengobati Covid-19 ketika pandemi dimulai.

Petunjuk awal tentang manfaat potensial obat eksperimental bocor pada April dari presentasi para peneliti University of Chicago.

Dalam penelitian itu, Time mewartakan, para peneliti yang ditugaskan untuk menerima remdesivir meningkat lebih cepat dan dipulangkan dari rumah sakit lebih awal daripada mereka yang mendapat plasebo.

Time melaporkan, penelitian lain yang dilakukan para peneliti Tiongkok selama hari-hari awal pandemi menunjukkan, mereka yang memakai remdesivir hingga 10 hari tidak menunjukkan peningkatan yang lebih cepat daripada mereka yang secara acak diberikan plasebo.

Para ilmuwan Gilead mencatat, penelitian di China ditunda karena para peneliti tidak dapat mendaftarkan jumlah pasien yang dimaksud dengan penyakit parah.

Hal ini menunjukkan hasilnya mungkin tidak signifikan secara statistik.

Para peneliti China juga melihat tanda-tanda yang menjanjikan, orang yang diobati dalam waktu 10 hari dari gejala pertama mereka.

Tampaknya mereka membaik lebih cepat daripada yang memulai pengobatan 10 hari setelah mengalami gejala pertama.

Sementara hasil uji coba saat ini diklaim menjanjikan.

Masih belum jelas apa perbaikan dapat diberikan remdesivir dalam mengobati Covid-19.

(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini