TRIBUNNEWS.COM - Presiden Afghanistan Ashraf Ghani telah memulai proses pembebasan 2.000 tahanan Taliban sebagai "isyarat niat baik", kata juru bicaranya.
Juru bicara Ghani Sediq Sediqqi mengatakan di Twitter pada Minggu, keputusan untuk membebaskan para tahanan diambil untuk memastikan keberhasilan proses perdamaian.
Dikutip Tribunnews dari Al Jazeera, sementara itu, pada Minggu, tak ada laporan bentrokan antara pasukan Taliban dan Afghanistan pada hari pertama Idul Fitri.
Ghani mengatakan delegasi pemerintah siap segera memulai pembicaraan damai dengan Taliban.
Negosiator pemerintah akan dipimpin oleh mantan saingan Ghani, Abdullah Abdullah setelah keduanya menandatangani kesepakatan pembagian kekuasaan pekan lalu yang mengakhiri krisis politik berbulan-bulan.
Baca: Rayakan Idulfitri, Kelompok Taliban dan Pasukan Afganistan Gencatan Senjata Selama 3 Hari
Baca: Taliban akan Bebaskan 20 Tahanan Pemerintah Afghanistan
Perjanjian AS-Taliban
Lebih jauh, perjanjian AS-Taliban ditandatangani pada Februari di ibukota Qatar, Doha.
Perjanjian tersebut menetapkan bahwa pemerintah Afghanistan akan membebaskan hingga 5.000 tahanan Taliban.
Sementara Taliban akan membebaskan sekitar 1.000 personel pasukan keamanan Afghanistan.
Pertukaran tahanan disebutkan dalam perjanjian sebagai langkah membangun kepercayaan, sebelum pembicaraan damai yang telah lama ditunggu-tunggu antara pemerintah dan Taliban.
Sebelum pengumuman pada Minggu, Kabul telah membebaskan sekitar 1.000 tahanan Taliban.
Sementara Taliban telah membebaskan sekitar 300 anggota pasukan keamanan Afghanistan, menurut laporan.
Taliban mengatakan mereka berkomitmen untuk membebaskan para tahanan.
Tetapi mengingatkan Kabul bahwa perjanjian itu adalah untuk "membebaskan 5.000" anggota mereka sebagaimana disepakati dengan AS di Doha.
"Proses ini harus diselesaikan untuk menghilangkan rintangan yang menghalangi dimulainya negosiasi intra-Afghanistan," ungkap Suhail Shaheen, juru bicara Taliban, mengatakan di Twitter.
Tawaran gencatan senjata Taliban datang hanya beberapa hari setelah pemimpin Haibatullah Akhunzada mendesak Washington untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ditawarkan oleh perjanjian Doha.
Sebagaimana diketahui, perjanjian itu mengatur panggung bagi penarikan pasukan AS dari negara itu setelah lebih dari 18 tahun.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)