TRIBUNNEWS.COM - George Floyd, seorang pria Afrika-Amerika tak bersenjata meninggal pada 25 Mei 2020 lalu, diduga karena kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian.
Disimpulkan demikian karena sebuah video viral memperlihatkan George Floyd yang merintih tak bisa bernapas karena lehernya diduduki seorang polisi.
Bukannya mengangkat lututnya, polisi itu tetap diam hingga George Floyd tidak bersuara.
Tidak lama kemudian, pria malang ini dinyatakan meninggal dunia, sebagaimana dilaporkan CNN.
Sehari setelahnya, sebanyak empat petugas yang terlibat langsung dipecat.
Insiden ini terjadi di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat.
Baca: George Floyd Tewas setelah Lehernya Diinjak Polisi, 4 Orang Dipecat, Kekerasan Picu Kemarahan Warga
Baca: George Floyd Tewas Tercekik saat Dibekuk Polisi, 3 Orang Kulit Hitam Ini Juga Alami Nasib Serupa
George Floyd dikenal sebagai sosok yang penyayang dan baik di mata teman dan keluarganya.
Dia bekerja di sebuah restoran dan punya reputasi sebagai orang yang selalu membantu siapapun yang kesulitan.
"Mengetahui kakakku adalah untuk mencintai saudaraku," kata Philonise Floyd, adik laki-laki George.
"Dia 'raksasa lembut' dia tidak menyakiti siapa pun," ujarnya.
Floyd yang merupakan penduduk asli Houston, tumbuh dan besar di sana dan lulus dari Sekolah Menengah Jack Yates tempat ia bermain sepakbola.
Dia pindah ke Minnesota untuk bekerja dan mengendarai truk, menurut teman dan mantan pemain NBA, Stephen Jackson.
"Dia tahu dia harus pindah untuk menjadi yang terbaik," tulis Jackson di Instagram.
"Perbedaan antara saya dan kawan adalah saya memiliki lebih banyak peluang daripada dia," tulis Jackson, yang memenangkan kejuaraan bersama San Antonio Spurs pada 2003 silam.