TRIBUNNEWS.COMĀ - Aksi unjuk rasa akibat kematian George Floyd, warga kulit hitam keturunan Afrika-Amerika di Minneapolis telah menjalar ke sejumlah daerah di Amerika Serikat.
Bahkan, aksi unjuk rasa tersebut berujung ke anarkis.
Baca: Pengacara George Floyd Sebut Derek Chauvin Lakukan Pembunuhan Berencana karena Saling Kenal
Mulai dari pembakaran kantor polisi, perusakan fasilitas umum hingga aksi penjarahan.
Melansir Kompas.com, aparat kepolisian telah menangkap kurang lebih 1.400 orang di seluruh Amerika Serikat.
Sejak Kamis (28/5/2020), Associated Press telah menghitung setidaknya ada 1.383 orang yang ditangkap oleh polisi, dan tersebar di 17 kota AS.
Dilansir New York Post Sabtu (30/5/2020), angka mereka yang dibekuk bisa jadi makin membesar karena demonstrasi terus berlangsung.
Sekitar sepertiga dari pengunjuk rasa yang ditangkap berasal dari Los Angeles, di mana mereka diamankan dalam unjuk rasa Jumat (29/5/2020).
Kematian pria 46 tahun yang dikenal sebagai "raksasa lembut" itu meluas hingga ke 30 kota, dan memaksa pemerintah setempat memberlakukan jam malam.
Selain itu, sejumlah negara bagian mengerahkan pasukan Garda Nasional untuk memadamkan protes. Sebab, dilaporkan adanya penjarahan.
Diketahui, George Floyd tewas pada Senin (25/5/2020) di Minneapolis, setelah dia dibekuk oleh polisi karena diduga menggunakan pecahan 20 dollar palsu.
Si polisi, Derek Chauvin, menekan leher George Floyd selama delapan menit menggunakan lututnya.
Hal itu Membuat George Floyd tak bisa bernapas sebelum kehilangan nyawanya.
Chauvin memang ditangkap pada Jumat (29/5/2020) dan dijerat dengan dua tuduhan melakukan pembunuhan tingkat dua dan tiga.
Baca: Demo Bela George Floyd Ricuh, 50 Agen Rahasia Gedung Putih Terluka, Donald Trump Diamankan di Bunker
Namun, pasal itu memantik aksi protes besar yang berakhir dengan kericuhan.